Photo by Road Trip with Raj on Unsplash |
Beberapa hari ini lumayan heboh sendiri sama sharing kepenulisan yang diadakan oleh KBM App. Mengenal KBM sudah sekian lama, bahkan pernah ikutan workshop Bunda Asma Nadia bareng teman-teman KBM juga. Namun, seiring berjalannya waktu, saya memang mulai meninggalkan KBM, terutama karena saya sudah tidak lagi menulis cerita fiksi. Kalau teman-teman mengikuti blog ini dari awal, justru isinya cerpen semua. Dari dulu saya memang senang menulis fiksi.
Sejak ada KBM App, saya sudah bergabung dan pernah menulis satu bab nonfiksi. Iya, hanya satu bab, setelah itu saya kabur karena KBM App belum seramai sekarang. Saya pun akhirnya lebih sibuk menulis buku motivasi dan seperti sekarang, saya bahkan nggak ingat pernah pengin nulis di KBM App, lho saking sudah lamanya…hihi.
Dua hari berturut-turut ikutan Indonesia Literacy Fest bersama KBM App, saya jadi pengin mulai lagi menulis di KBM App. Apalagi setelah mendengar sharing para pemateri, ampun jadi lupa capek lelahnya ngerjain ilustrasi buku dan masih ada energi buat nulis yang lain.
Bagi saya, siapa pun pematerinya, akan selalu menarik karena selalu ada ilmu yang bisa didapat. Saya pembaca buku-buku Tere Liye, buku-buku Asma Nadia, Ahmad Fuadi, dan sama sekali nggak tahu bukunya Mba Achi TM. Nggak mengenal juga karena makin ke sini saya memang jadi jarang baca-baca novel. Namun, setelah dengar sharing-nya saya benar-benar merasa termotivasi sekali. Plus momennya tepat banget setelah paginya ada kejadian kurang menyenangkan buat saya…kwkwk.
Kapan Bisa Jadi Penulis Best Seller?
Bagi saya, mungkin inilah impian yang belum bisa diraih sampai saat ini, jadi penulis buku-buku laris atau best seller. Takut bermimpi? Nggak juga. Malah sering menjadi doa. Namun, takdirnya memang belum kesampean.
Pagi itu, seorang marketing dari buku saya yang akan segera terbit menghubungi dan bilang kalau jumlah buku terjual nggak sebanyak apa. Dia nggak pernah memasang target, tapi pernah bilang semoga bisa laku 500 sampai 3000 buku misalnya. Saya merasa ucapan itu jadi doa, sekaligus lumayan jadi beban juga karena saya sadar betul, buku saya nggak mungkin laku segitu banyaknya dalam waktu sekitar sebulan pertama.
Entah karena saya masih suka menyimpan perasaan nggak enakan, akhirnya saya meminta maaf. Perasaan nggak nyaman itu terus muncul sampai sore harinya. Kayak mau udahan saja nulis buku. Ngerasa bersalah karena mungkin nggak bisa memenuhi ekspektasi mereka.
Malam harinya, saya dengar sharing dari mba Achi TM. Untuk pertama kalinya saya tahu beliau. Poin penting yang bikin saya akhirnya nggak mau nyerah adalah ketika Mba Achi bilang pengin udahan nulis setelah 21 novel terbit dan nggak pernah ada yang jadi best seller. Tulisannya laku, tapi bukan yang laku-laku banget. Dia punya pembaca, tapi nggak best seller juga sampai buku ke-21. Mba Achi seperti sedang menasihati saya. Saya nggak percaya kebetulan. Ini bukan kebetulan :D
Waktu dia berniat berhenti menulis, laptopnya hilang. Kejadian itu benar-benar bikin Mba Achi sadar bahwa niatnya sudah salah. Sudah dikasih kemampuan menulis sama Allah, malah mau berhenti. Akhirnya beliau bernadzar bakalan nulis lagi jika laptopnya ketemu. Dan benar, laptoptnya ketemu…kwkwk.
Naskah pertama yang ditulis setelah laptopnya ketemu adalah novel berjudul Insya Allah, Sah! Buku itu bahkan belum cetak, tapi sudah dipinang untuk difilmkan dan best seller. Gimana rasanya, ya? Waktu sudah pasrah, sudah nggak berharap yang muluk, tiba-tiba sama Allah dikasih best seller dan lebih dari itu?
Menulislah dan Cobalah Terus
“Nggak ada yang salah, nggak perlu minta maaf, mungkin ada rasa nggak enak, I feel you, tapi Mbak sudah berusaha, nanti bisa diusahakan lagi.”
Itulah kalimat yang saya dengar dari seorang sahabat setelah saya bercerita tentang kejadian pagi itu. Ngerasa bersalah, ngerasa nggak bisa seperti yang lain, ngerasa nggak bisa apa-apa, kemudian jadi sadar, ya sudah, nggak masalah ngerasa nggak baik-baik saja. Mungkin ada kurangnya saya juga di sini, tapi bukan berarti saya boleh menyalahkan diri sendiri terus menerus.
Menurut Mba Achi TM, buku best seller itu keajaiban yang Allah kasih ke kita. Iya, setelah kita usaha, setelah kita capek-capek, tapi ya kita nggak bisa menentukan kapan waktunya. Jadi, kenapa mesti jadi beban yang akhirnya bikin kita jadi berhenti menulis? Kadang, yang muluk-muluk tanpa tangga pancapaian yang masuk akal bikin kita down.
Saya sudah menerbitkan banyak buku, itu sudah pencapaian luar biasa buat saya yang sebelumnya sama sekali nggak punya buku terbit. Bisa masuk Gramedia dan terbit di luar negeri? Bahkan dulu pengin saja malu-malu saking ngerasa itu nggak mungkin.
Saya jadi lebih bersyukur dengan pencapaian saya saat ini dan juga bersyukur karena saya masih mau berjuang hingga sejauh ini. Meski capek, meski pengin berhenti, meski kadang ngerasa kerjaan rumah saja nggak beres-beres, tapi masih menulis plus ngerjain ilustrasi, ‘Thank you banget sudah berjuang terus!’
Setiap orang punya perjalanannya masing-masing. Kita sering nggak melihat berdarah-darahnya dia sebelum berhasil, pun kadang kita kurang menghargai itu. Sekecil apa pun hasilnya sekarang, jangan pernah menyalahkan diri sendiri, ya. Sudah bilang terima kasih sama diri sendiri karena sudah mau berusaha sampai sejauh ini? Kalau bukan karena keberanian, keinginan yang kuat, disiplin dan, pantang menyerah, pastilah dari dulu kita sudah berhenti menulis. Iya, kan? Namun, lihat kita sekarang, masih mau usaha lagi walaupun perjuangannya nggak semudah sebulan, setahun jadi. Please, jangan nyerah dan hargai kerja kerasmu juga :)
Salam hangat,
Comments