PTM terbatas dimulai |
Asli? Pasti banyak yang bertanya-tanya, memangnya selama ini sekolahnya palsu? Hihi. Sekolah asli yang dimaksud oleh si bungsu adalah sekolah tatap muka, bukan online pakai Zoom atau video call. Jujur, awal dengar istilah ini langsung dari si adek, antara kaget dan pengin ngakak juga. Kok, bisa anak seumur dia ngomong begitu tanpa diajarin…kwkwk.
Anak-anak saya termasuk yang gampangan banget masuk sekolahnya. Kalau ingat sejarah sekolahnya si kakak, nggak ada rewel-rewelnya memang. Masyaallah. Bikin bersyukur banget karena waktu itu saya baru melahirkan adiknya dan nggak mungkin sering-sering nemenin ke sekolah. Jadi, hari pertama masuk sekolah sudah diserahkan sama ojek :(
Sedangkan saya dari kecil rewel banget kalau mau sekolah, kalau nggak ditemanin duduk sebangku ya nggak akan mau sekolah. Nggak pernah kebayang kalau anak-anak saya mau sekolah tanpa beban. Kirain drama juga kayak emaknya…hihi.
Waktu kakaknya mau sekolah, setiap hari disugesti biar berani dan mau sendiri ke sekolahnya. Namun, buat si adek, masuk sekolahnya saja tanpa direncanakan. Selama ini dia masih masuk online karena nggak ada yang mengantar ke sekolah. Ternyata, setiap hari gurunya selalu menanyakan kapan mau ke sekolah? Proses belajar yang nggak bisa blendend learning seperti kakaknya bikin sekolahnya nggak nyaman. Video call setelah semua kelas berakhir, beberapa kali juga mesti masuk malam. Kasihan sama si adek, sekaligus juga bingung kalau masuk tatap muka bakalan diantar siapa? Dan sejujurnya, memang masih parno sama covid-19.
Cuek Bebek Saat Pertama Masuk Sekolah
Akhirnya masuk sekolah meski waktunya terbatas. Sebisa ayahnya saja untuk antar jemput. Nggak masalah hanya sebentar yang penting tetap masuk, terutama buat sosialisasi sama teman-temannya. Begitu kata gurunya. Akhirnya, dia masuk sekolah juga. Bismillah.
Hari pertama masuk sekolah, dia happy bukan main. Tertawa dan riang sepanjang hari…kwkwk. Pas tiba di depan sekolah, langsung turun dan cuek banget sama emak bapaknya. Nggak ada adegan sedih-sedihan ditinggal di sekolah meski hari pertama. Nggak ada pengin dipeluk dan cium dulu…kwkwk. Pandangan lurus ke depan. Pokoknya kelihatan banget memang mau sekolah asli! :D
Sebenarnya, kondisi seperti ini pasti diharapkan oleh semua orang tua. Mana ada yang pengin anaknya berangkat sekolah sambil nangis atau minta ditemani sepanjang hari. Namun, saat itu benar-benar terjadi dalam hidup kita, kok, rasanya nggak siap, ya? Kwkwk. Kenapa ini anak nggak ada berat-beratnya pisah sama emak bapaknya, sih? Padahal, hari-hari sebelumnya memang dimotivasi supaya bisa sekolah sendiri. Giliran terjadi, rasanya kok, begini? Haha.
Hari berikutnya, semua tetap sama. Dia pulang dengan wajah happy. Semoga hari-hari selanjutnya semua tetap baik-baik saja terutama buat sekolah yang sudah mulai tatap muka.
Persiapan Belajar Tatap Muka
Sebelum si bungsu masuk sekolah, kebetulan di milis sehat ada yang buka obrolan tentang PTM. Dokter Wati sendiri waktu itu yang menanyakan pengalaman orang tua mengenai PTM ini. Saya baca-baca beberapa sharing dari orang tua yang anaknya mulai masuk sekolah tatap muka. Sebagian besar memang masih belum mengizinkan jika masih memungkinkan belajar dari rumah.
Nah, persiapannya kira-kira apa saja sebelum mulai PTM, baik bagi orang tua ataupun pihak sekolah? Saya rangkum menjadi satu dalam postingan kali ini, ya.
- Hanya anak yang benar-benar sehatlah yang diizinkan masuk sekolah. Kalau merasa sumeng, meler, apalagi batuk, sebaiknya jangan memaksakan diri untuk masuk sekolah demi menjaga diri sendiri dan juga orang lain. Jangan sampai ada orang tua yang nggak tega melarang anaknya masuk hanya karena anaknya kagi happy bisa ketemu teman dan gurunya. Karena, pernah ada pengalaman serupa juga dulu di mana orang tua nggak tega anaknya di rumah terus waktu itu. Padahal, anaknya memang habis kena cacar air. Dari pihak sekolah pun sudah diberikan aturan kapan bolehnya anak masuk jika terinfeksi virus ini.
- Disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan rajin mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Kesulitannya memang karena sebagian nggak terbiasa memakai masker. Masih ada aja anak yang iseng melorotin maskernya. Nah, pas ada yang sharing di milis Sehat soal ini, sekolah biasanya ngasih sangsi bagi yang melanggar dengan tidak diizinkannya ikut tatap muka lagi. Begitu katanya.
- Sudah makan dari rumah, membawa bekal dan minum sendiri. Untuk makan di sekolah ini agak riskan dan bikin was-was memang. Namun, anak yang masuk sekolah dengan waktu yang cukup lama tentu kasihan juga kalau nggak bisa makan. Solusinya, mungkin pas sama-sama makan dan buka masker, ventilasinya dibuka dan mematikan AC. Bisa juga ditambah memakai face shield.
- Bukan hanya murid, guru-guru pun tetap disiplin menggunakan masker walaupun sedang berkumpul dengan teman sesama guru. Pernah baca kasus di luar negeri tentang adanya penularan Covid-19 akibat kelalaian guru yang lengah membuka masker. Memang, masker ini adalah hal yang penting saat ini. Lucunya, pernah waktu ke sekolah sebelum PTM, saya dan suami bertemu guru dan ngobrol sebentar dengan beliau dalam keadaan beliau nggak pakai masker. Mungkin beliau nggak sadar kalau nggak pakai masker, ya? :D
- Tidak boleh meminjam alat tulis temannya. Wajib bawa alat tulis sendiri dari rumah.
- Ventilasi udara di kelas harus bagus. Jika kelas pakai AC, setelah beberapa lama, jendela dan pintunya dibuka untuk memperbaiki sirkulasi udara. Ini adalah solusi yang diberikan dari sekolah anak saya kemarin.
- Penyemprotan disinfektan dilakukan teratur. Kalau di sekolah si kakak, penyemprotan dilakukan setelah kelas usai. Sedangkan di sekolah lain seperti yang saya baca di milis Sehat, penyemprotan juga dilakukan setiap ganti mata pelajaran. Jadi, tiap ganti guru akan disemprot.
- Handsanitizer tersedia di setiap pintu kelas. Kalau di sekolah di kakak, masih pakai botol manual. Sekolah lain sudah ada juga yang memakai model otomatis sehingga jauh lebih aman. Namun, harganya juga lumayan pastinya.
- Masuk seminggu sekali. Jika kondisi membaik, akan diperpanjang waktunya. Semoga seterusnya bisa membaik, ya. Adaptasi dari pandemi ke endemi ini lumayan berat ternyata. Apalagi kalau masih ada hawa-hawa parno-an seperti saya.
- Siswa dan siswi diantar jemput oleh orang serumah atau orang yang sudah sangat kita percaya. Kita nggak serumah, tapi tahu dia taat prokes, ya nggak masalah diminta antar jemput. Kira-kira seperti itu. Kebetulan, yang rutin antar jemput anak-anak memang belum taat prokes. Saya melihat sendiri beliaunya seperti apa. Sehingga masih ragu dan akhirnya memutuskan si kakak belajar online dulu.
- Sistem belajar blended learning sehingga tidak ada perbedaan waktu antara siswa yang belajar di rumah dengan yang di sekolah. Nah, hal ini nggak bisa diterapkan untuk anak saya yang masih TK. Akhirnya, dia harus masuk juga.
Hmm, kira-kira apalagi yang belum diulas, ya? Teman-teman, adakah aturan lain yang mungkin terlewat saya ulas karena poinnya lumayan banyak? Semoga nggak ada yang terlewat dan kita semua selalu sehat, ya. Keadaan Indonesia sudah membaik, semoga terus seperti ini. Aamiin.
Salam hangat.
Comments