Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga

Tuesday, June 8, 2021

Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga


Waktu awal pandemi tahun lalu, mestinya si bungsu bisa sekolah untuk pertama kalinya. Dia sudah menunggu cukup lama dan sangat antusias. Melihat kakaknya sudah sekolah, dia pun ingin seperti kakaknya. Saya sebagai orang tua pun ikut senang andai dia bisa segera sekolah sesuai waktu dan usianya.


Sayangnya, masuk sekolah pertama kali dan mesti online seperti nggak masuk akal buat saya. Apalagi jika pihak sekolah belum sepenuhnya siap membantu anak-anak belajar online di rumah. Memaksa offline saja? Rasanya lebih nggak masuk akal lagi. Anak-anak usia TK lebih riskan tertular jika harus masuk sekolah.


Saya nggak mau ambil risiko, karena taruhannya nyawa. Anak-anak mungkin lebih kuat imunnya dibanding orang dewasa, tapi bagaimana jika mereka menularkan kepada yang lain terutama orang tua? Belum lagi, kebanyakan anak-anak usia TK, jangankan memakai masker dengan disiplin, rajin cuci tangan dan nggak sembarangan pegang-pegang pun sulit dihindarkan. Kebanyakan dari mereka belum mengerti. Tahu sendiri, edukasi soal apa pun nggak bisa instan caranya. Harus dibiasakan sejak lama terutama dari keluarga. Dan Indonesia sangat tidak terbiasa soal ini.


Sejauh pengalaman saya dulu ketika si Kakak baru masuk sekolah dan sering tertular batuk dan flu, tidak ada yang memakai masker. Ini mungkin terlihat aneh, ngapain anak kecil dipakaikan masker segala, sih? Sampai-sampai anak saya sering ditertawakan.


Saya ingin meminimalisir penularan virus kepada anak-anak yang sehat. Karena ruangan memakai AC dan berkumpul saat sekolah sangat memungkinkan menularkan virus. Saya ngerasain banget capeknya ketika anak sakit. Karena anak-anak saya nggak hanya sekadar flu dan batuk kalau sudah ketularan, tapi juga punya riwayat kejang demam serta otitis media akut.


Ketika salah satu dari anak-anak saya flu, mereka akan demam, tak jarang kejang demam terutama si sulung. Sedangkan si bungsu hampir setiap minggu mesti ke dokter THT untuk membersihkan cairan di telinganya yang keluar terus menerus ketika sedang kena common cold. Kebayang, gimana beratnya saya saat itu?


Tak jarang, saya juga sakit bersamaan dengan anak-anak. Itulah kenapa sejak dulu saya selalu mengajarkan anak-anak untuk menjaga kebersihan, rajin cuci tangan setelah pegang hidung atau mulut saat common cold serta memakai masker supaya tidak menularkan virus pada anggota keluarga yang lain.


Ketika pandemi dan si sulung akhirnya harus sekolah dari rumah, kondisi bolak balik kena batuk pilek atau common cold ini jauh berkurang atas izin Allah. Kami sehat, tidak flu atau batuk. Pengalaman inilah yang membuat saya mengurungkan niat untuk menyekolahkan di bungsu tahun lalu dan insyaallah dia baru masuk sekolah tahun ini.


Selama di rumah, dia sering merasa bosan terutama ketika kakaknya mulai zoom bersama teman-temannya. Dia mau ngapain? Setiap hari mainnya sama si Kakak. Akhirnya kepikiran juga supaya dia ikut belajar di rumah bersama saya.


Pandai membaca bukan prioritas utama saya. Saya bukan termasuk orang tua yang terburu-buru ingin anaknya lancar membaca. Tapi, saya ingin anak-anak senang melakukannya, bukan sekadar bisa. Budaya literasi di rumah sudah saya bangun sejak dini. Terutama saat si Kakak masih kecil.


Budaya Membaca Sejak Dini

Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga


Dulu, waktu hamil anak pertama, saya hanya punya satu dua buku bacaan untuk anak-anak. Makin besar usia si sulung, makin banyak buku anak-anak yang saya beli untuk dia. Main gede lagi, dia makin senang beli buku sendiri setiap kami jalan-jalan ke mall. Kadang pakai uang saya, kadang dia pakai uang tabungannya untuk membeli buku yang dia suka.


Saat si bungsu lahir, buku bacaan anak yang kami punya sudah satu lemari lebih. Meski sudah disiapkan lemari khusus, buku-buku itu selalu berpindah-pindah tempat, ada di kamar saya, ada di ruang tengah, ada di kamar anak-anak, ada juga di lantai atas, dan tentu banyak di bawah bantal :(


Nggak bisa dihindari, jangan harap bisa rapi, karena anak-anak senang membaca buku di mana-mana. Sebelum tidur, saya biasa membacakan buku untuk mereka. Setelah Kakak sudah besar dan bisa membaca sendiri, tugas membacakan buku hanya dilakukan untuk di bungsu. Si Kakak sudah beda buku bacaannya dan lebih senang membaca sendiri.


Saya akui, anak-anak sangat senang dengan buku. Ketika ada buku baru, mereka nggak akan berhenti membaca sampai bukunya habis. Untuk si sulung, sampai takjub juga karena kemarin saya belikan buku Muhammad Al Fatih 1453 karya Ustadz Felix yang bentuknya bukan berupa buku anak-anak, tapi dia habiskan juga. Padahal, saya saja belum selesai baca.


Budaya literasi yang baik seperti ini tentu membuat semua jauh lebih seimbang. Andai anak saya sudah bisa membaca sejak dini, sepertinya bukan masalah karena dia senang melakukannya dan bukan sekadar bisa baca, tapi juga suka dan cinta :)


Belajar Membaca Tanpa Mengeja

Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga


Beberapa bulan yang lalu, saya lupa tepatnya kapan, akhirnya saya membelikan si bungsu buku cara membaca berjudul 'Abacaga; Cara Praktis Belajar Membaca untuk Anak'. Model bukunya tuh unik dan beda dengan buku-buku lainnya. Kalau menurut saya, buku ini lebih mirip seperti buku Iqra’ yang buat ngaji. 


Warnanya pun dibedakan antara abu-abu dan hitam. Seingat saya, dalam waktu sebulanan atau lebih seidikit, si bungsu sudah menyelesaikan buku ini dan sekarang sudah bisa baca buku sendiri. Masyaallah.


Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga


Waktu pertama kali dia bisa baca, dia takjub banget sampai meluk saya dengan spontan. Itu bikin saya jadi terharu. Kenapa? Karena, selama ini si Kakak belajarnya di sekolah dan banyak dibantu sama bu guru. Sedangkan si bungsu benar-benar belajar dengan saya di rumah. Rasanya terharu banget.


Saya itu nggak bisa mengeja. Jadi, jangan berpikir bahwa saya akan mengajarkan anak saya belajar membaca dengan mengeja. Nggak sama sekali. Dia belajar mengenal huruf kemudian membaca. Dan itu jauh lebih mudah buat saya secara saya nggak bisa ngeja...kwkwk.


Buku ini termasuk best seller. Dan menurut saya, sangat membantu dan recommended banget, sih. Kalau mengikuti panduannya, sehari anak-anak hanya diminta membaca selama 10 menit untuk 1 halaman. Simpel banget. 


Cinta Membaca Sejak Dini

Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga


Setiap anak itu istimewa dan nggak akan sama dengan yang lainnya meskipun itu adalah saudara kembarnya sendiri. Begitu juga dengan anak saya yang bungsu ini. Kedua anak saya belajar mengaji bersama saya sejak kecil. Ini adalah kebiasaan orang tua yang diwariskan pada saya...hehe. Saya terbiasa mengaji bersama Ibu meskipun di halaman ada musholla. Ibu lebih senang mengajari saya mengaji sendiri di rumah.


Dan kebiasaan ini juga saya lakukan pada anak-anak. Buat si bungsu, belajar mengaji ini butuh waktu lebih lama ketimbang si sulung. Ngajinya pun nggak bisa anteng sambil duduk. Kadang sambil miring, tengkurap, dll. Semua saya ikuti dan saya telateni. 


Satu halaman bisa diulang hingga seminggu, lho. Karena saya mau memastikan dia benar-benar hapal dan paham dan nggak sekadar bisa baca saja. Kalau sampai salah, pemahaman itu akan dia pakai sampai besar nanti, Itu fatal banget. Alhamdulillah, saat ini dia sudah hampir rampung Iqra’ 4. Saya sabarin banget pokoknya. Sebab, dia berbeda dengan si sulung. Cara ngajarinnya juga beda. Cara meresponnya juga beda.


Ketika dia baru pindah ke halaman baru, dia langsung kusut banget wajahnya. Ngerasa nggak bisa duluan padahal belum dicoba. Jadi, saya biarkan dia membaca sebanyak yang dia mau. Misal hanya 2 baris, nggak masalah asal dia mau bukan dipaksa. Besoknya dia akan menambah jumlahnya sendiri hingga selesai.

 

Begitu juga saat belajar membaca. Saya nggak memaksa, dia lakukan sesuka hatinya. Kalau lagi nggak mau, ya sudah biarkan saja. Nanti dia akan minta sendiri. Sekarang, dia sudah bisa baca meski belum masuk sekolah. Dia juga sudah pandai menulis, meskipun belum sepenuhnya sesuai KBBI :D


Melatih Anak-anak Cinta Membaca 

Pandai Membaca dan Pentingnya Budaya Literasi dalam Keluarga


Gimana, sih caranya membudayakan literasi sejak dini? Biar anak suka membaca tanpa terpaksa? Berikan buku yang sesuai dengan usia mereka sejak dini. Jangan malas membacakan buku setiap hari.


Saking seringnya dibacakan buku, anak saya sampai hafal teks dalam buku-buku miliknya. Lucunya, ketika disuruh membaca sendiri, dia justru menghafalkannya…kwkwk.


“Wah, hebat. Adek sudah bisa baca?”

“Nggak, kok. Adek nggak baca. Adek hafal.”


Ngakak banget pas dengar dia bilang begitu. Jangan remehkan budaya literasi seperti ini. Karena banyak sekali manfaatnya, lho. Ayo, kita cari tahu manfaat membacakan buku untuk anak sejak dini,


  • Budaya membacakan buku sejak dini bisa membantu mereka mengenal kosa kata baru.
  • Membentuk bonding yang kuat antara orang tua dan anak-anak.
  • Membacakan buku sejak dini juga bisa membantu anak supaya lebih siap untuk membaca sendiri. 
  • Membuat otaknya aktif dan membantu memancing respon anak.
  • Membangkitkan minat baca sekaligus mengenalkan hal baru.
  • Meningkatkan imajinasi pada anak dan bisa membuat mereka lebih kritis.


Anak-anak yang biasa dibacakan buku sejak dini biasanya cenderung lebih mudah membaca sendiri ketika sudah siap. Setiap anak punya kemampuan yang berbeda-beda. Tugas kita bukan memaksa mereka supaya lekas bisa, tapi membantu mereka supaya senang dan siap melakukannya. Karena bisa dan mampunya mereka ada saatnya. Nggak perlu terburu-buru. Lakukan semuanya dengan menyenangkan dan sejak dini. Ingat, nggak ada yang instan di dunia ini, bahkan mi instan saja mesti direbus dulu, lho sebelum dimakan :D


Salam hangat,


Comments

  1. Iya, iya, mie instan harus diseduh air panas dulu sebelum dimakan.haha

    ReplyDelete