Gimana kondisi hati kita selama mendampingi anak belajar di rumah? Jadi gampang emosi, baru lima menit belajar online, anak-anak sudah ngeluh bosan dan jenuh, ingat cucian belum disentuh, setrikaan numpuk menggunung, eh, menu makan siang pun belum disiapkan. Kebayang dong ya betapa riwehnya hidup kita di masa new normal seperti sekarang.
Kalau kita sebagai Ibu Rumah Tangga aja repotnya minta ampun, gimana dengan wanita karier yang mesti membagi waktu antara pekerjaan rumah, mendampingi anak-anak, dan kerjaan di kantor? Pastinya bukan hal mudah. Bahkan saya nggak bisa membayangkan betapa melelahkannya rutinitas sehari-hari saat pandemi seperti saat ini.
Waktu awal tahun ajaran baru kemarin, jujur agak kaget dengan rutinitas belajar yang baru dimulai. Kayaknya serba kejar-kejaran antara tugas dan materi pelajaran berikutnya. Meskipun diberi waktu lumayan sampai sore hari, tapi tetap saja kayak dikejar hantu saking horornya.
Bersyukur kalau anak-anak manut dan tetap enjoy ngerjain tugas. Tapi, kesenggol dikit mood-nya bisa ambyar...hehe. Ya Allah, repot banget rasanya belajar di masa pandemi seperti ini. Tapi, kalau dikeluhkan terus menerus pun tak akan berguna. Malah yang ada jadi makin capek dan bete. Jadi, kita mesti pintar-pintar membagi waktu. Supaya bisa istirahat dengan ‘layak’. Biar ada waktu me time buat nyenengin hati yang mulai lelah dan emosi...hehe.
Perubahan yang sangat tiba-tiba memang membuat aktivitas harian saya berubah. Kalau dulu, kayaknya jadwal nulis baik buat postingan baru di blog dan untuk naskah bisa lebih mudah dikerjakan walaupun ada saatnya mesti pergi kajian, jalan-jalan dan nyari hiburan di luar rumah. Tapi, saat pandemi, bukannya malah santai dan enak karena di rumah terus, justru jadi aneh, ya? Ibuk-ibuk ngerasai juga nggak, sih?
Belum lagi buku-buku yang bakalan terbit harus tertunda entah sampai kapan. Semua berubah begitu drastis. Ya Allah, luar biasa sekali rasanya ketika pandemi.
Selain harus ikhlas dan belajar menerima, saya sebagai ibuk-ibuk juga mesti menata hati supaya bisa kembali beraktivitas dengan gembira. Jangan sampai kebanyakan ganjalan di pikiran. Mesti dibuat plong ini perasaan. Akhirnya, saya mencari pelarian yang justru menjadi peluang bagi hobi saya yang sempat terlupakan. Yups! Menggambar!
Sekitar dua bulanan ini saya rutin menggambar, akhirnya jadi banyak latihan meskipun dimulai dari gambar paling sederhana dan mungkin bagi orang lain nggak penting banget, ya? Hehe. Tapi, buat saya ini adalah hiburan. Dan nggak nyangka justru jadi peluang terbukanya banyak kesempatan baru.
Mulai membagi waktu lagi untuk ngeblog dan menulis naskah. Meskipun sambil ngos-ngosan karena masa pandemi yang bikin semua hal jadi buyar, tapi akhirnya semua bisa diselesaikan. Alhamdulillah.
BTW, selain memikirkan hati kita sebagai ibuk-ibuk yang mesti ekstra sabar ketika mendampini anak-anak belajar di rumah, kita pun mesti menjaga hati dan mood anak-anak yang mulai lelah dan bosan juga karena berbulan-bulan nggak bisa ketemu teman dan nggak bisa bertatap muka dengan guru mereka.
Jangan Berharap terlalu Tinggi
Di masa pandemi seperti saat ini, pasti ada banyak kesulitan yang dihadapi ketika harus belajar di rumah. Kita sebagai orang tua juga nggak bisa sempurna mendampingi mereka, pun anak-anak nggak bisa semaksimal saat belajar di sekolah bersama gurunya. Cobalah memaklumi kekurangan kita sebagai orang tua, pun kekurangan anak-anak kita yang memang nggak bisa dipaksa untuk terus fokus belajar tanpa jeda.
Suasana belajar di rumah berbeda dengan di sekolah. Sangat terlihat jika kebanyakan murid kurang antusias, tapi, inilah kondisi yang harus kita jalani selama beberapa bulan ke depan. Ada saatnya anak saya yang baru kelar 4 SD ngambek dan nggak mau mengerjakan tugas karena merasa sudah pusing duluan. Ada saatnya dia pengen main melihat adiknya main. Tergodalah dia. Ada saatnya dia kesel karena salah ngerjain tugas. Dan ada saatnya dia jenuh belajar online.
Kita nggak bisa memaksa mereka terus menerus belajar, ada saatnya mereka bakalan lari nyari hiburan. Beri kelonggaran. Maklumi bahwa bukan hanya kita yang merasa jenuh dengan kondisi seperti sekarang, tapi juga mereka merasakan hal yang sama meski tak selalu dapat diungkapkan.
Jangan berharap terlalu tinggi. Kita manusia, pun mereka sama. Butuh dimaklumi rasa lelah dan bosannya.
Mendukung Suasana Belajar dengan Memilih Tempat yang Nyaman
Saya sendiri lumayan sulit beradaptasi dengan tempat baru. Nggak bisa fokus kalau harus ngetik di ruangan lain, padahal biasanya ngetik di kamar bawah misalnya. Saya akan kesulitan beradaptasi dan membiasakan diri. Jadi, benar-benar harus memilih ruangan yang nyaman dan biasa saya pakai sehari-hari.
Kalau anak-anak gimana? Mereka sudah kehilangan waktu belajar bersama teman-teman dan gurunya di kelas. Sekarang, mereka harus berpindah tempat, belajar di rumah dan melihat wajah ibunya yang berwarna warni setiap hari *kadang manis, kadang asem, kadang serem..hehe. Pastinya anak-anak butuh tempat yang nyaman buat belajar juga. Kita bisa tanyakan langsung kepada mereka. Sesekali saya bahkan mengajak si sulung belajar di teras. Lumayan, sekarang udah banyak sayuran tumbuh, jadi lumayan segar :D
Sama seperti kita, mereka pun punya pilihan. Tapi, jangan sampai belajar sambil nonton televisi. Kayaknya akan mengganggu, ya? Di rumah, televisi memang sengaja tidak dinyalakan. Bahkan meski di hari libur. Karena saya pribadi nggak siap harus ribut soal televisi setiap hari. Meskipun saya dan anak-anak sudah membuat perjanjian, hanya boleh nonton hari apa dan berapa lama, tetap saja ada yang melanggar. Dan itu agak mengganggu ketenteraman hati ibuk-ibuk yang sudah lelah dengan banyak pekerjaan rumah...hehe.
Jadi, saat pandemi seperti ini, mereka nggak sibuk nonton mulu. Dan ibuknya juga nggak harus ngomel mulu :D
Orang Tua Bukan Pengganti Guru
Karena pandemi dan harus belajar di rumah, bukan berarti tugas guru bisa ditukar dengan orang tua. Guru tetap menyampaikan materi, sedangkan orang tua bisa mendampingi, menjadi fasilitator belajar bagi anak-anak. Lagian, ibuk-ibuk emang sanggup menjadi pengganti guru selama belajar di rumah? Saya yakin sebagian besar akan menjawab nggak sanggup :D
Saya nggak akan menceritakan orang lain, cukup saya ceritakan kondisi saya sendiri saja...hehe. Saya lemah dalam berhitung. Dari dulu sampai sekarang nggak suka berhitung. Waktu SD, saya ketakutan setiap masuk pelajaran Matematika. Gemeteran karena gurunya galak parah. Suka nyubit sampai biru. Jadi, bukannya fokus belajar, malah fokus sama rasa takut yang sampai sekarang tersimpan jelas di kepala. Ya Allah, padahal gurunya masih saudara sendiri. Subhanallah, ada guru kayak gini *malah ngegibah...hehe.
Saya merasa sangat terbantu ketika guru menyampaikan materi lewat Zoom atau video call. Karena antara guru dan murid bisa saling berinteraksi langsung, ketika nggak paham, mereka bisa langsung bertanya. Hanya saja, jika memakai dua fasilitas ini, ada waktu yang sangat terbatas. So, pandai-pandai kita saja memaksimalkan semuanya.
Anak-anak Butuh Jeda
Anak-anak tidak bisa berkonsentrasi terlalu lama sampai berjam-jam. Jadi, wajar jika mereka butuh jeda setelah beberapa menit belajar. Misalnya sekadar leyeh-leyehan atau bermain sebentar.
Anak-anak butuh jeda setelah 10-30 menit belajar. Jadi, biarkan mereka beristirahat sebentar, bermain-main, mengambil minum atau makan. Jangan terlalu kaku ketika belajar di rumah. Baik ibuk dan anak butuh hiburan, ya? Hehe.
Perhatikan Gaya Belajar Anak
Gaya belajar setiap anak itu berbeda. Ada gaya belajar visual seperti si sulung, ada gaya belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik. Ada yang belajar sambil gerak ke sana kemari, ada yang duduk anteng mendengarkan materi dan memerhatikan gambar yang disajikan, dll. Penting bagi kita mengetahui itu, supaya lebih mudah membantu anak-anak memahami materi.
Si sulung yang sekarang sudah kelas 4 SD punya gaya belajar visual. Dia lebih mudah memahami materi yang disampaikan lewat gambar dan suka membaca. Di sekolah, dia bergabung bersama teman-temannya di kelas visual. Hal ini bisa memudahkan mereka memahami materi yang disampaikan oleh gurunya.
Bukan hanya di sekolah, di rumah pun kita harus mengetahui gaya belajar anak masing-masing. Jadi, ketika kita ingin menjelaskan materi dan meminta mereka belajar, prosesnya akan jauh lebih mudah karena sudah tepat cara yang dipilih.
Jangan sampai kita membantu anak-anak dengan gaya belajar visual dibantu dengan gaya belajar kinestetik atau sebaliknya. Hal ini kurang efektif dan ujungnya kita jadi menganggap mereka susah banget paham dan lama banget menghapalnya. Padahal, kita sendiri yang salah :D
Proses belajar di rumah selama pandemi memang bukan hal mudah baik bagi guru, orang tua, juga bagi anak-anak. Ada kesulitan tersendiri yang mesti dihadapi. Sebagai orang tua, pengendalian diri kita untuk tidak membandingan anak dengan yang lain dan tidak gampang emosi akan memudahkan proses belajar online ini. Kita butuh memaklumi diri ketika capek, pun kita mesti mengerti kondisi anak yang mulai jenuh.
Pada akhirnya, menerima dengan legowo kondisi sekarang akan memudahkan kita menjalani hari-hari ke depan. Daripada hanya fokus dengan kesulitan saat belajar online, mending kita pikirkan hal-hal positif yang terjadi saat pandemi. Ini ujian buat semua orang. Bismillah. Allah pasti sertakan hikmah dalam setiap ujian yang kita hadapi. Tetap happy, ya, ibuk. Tetap sabar dan nggak boleh emosian *walaupun saya juga tak henti-henti belajar buat sabar juga :)
Salam hangat,
Photo: Unsplash
Comments