Di dalam Islam, menikah dengan jalan taaruf tidak sama seperti membeli kucing di dalam karung. Nggak asal milih pasangan dan bukan juga tebak-tebakan. Jika di kemudian hari pernikahan itu bermasalah, jangan juga lantas menyalahkan proses taarufnya.
Saya menikah di usia 19 tahun. Nggak pernah ada cita-cita nikah muda juga. Dan nggak kebayang bakalan nikah sama pria yang baru ketemu selintas tanpa tahu nama, siapa dia, dan dari mana asalnya. Tiba-tiba sreg dan mau setelah ditanya. Itulah jodoh, ya? :)
Tahun ini, pernikahan kami memasuki usia 11 tahun, masya Allah. Nggak bisa dikatakan mudah. Setiap pernikahan punya ujiannya masing-masing. Jika bukan dari pasangan, ujian itu datang dari keluarga, hingga orang lain yang tidak kita kenal.
Di tempat saya dibesarkan, nikah setelah lulus SMA itu adalah hal yang wajar. Bahkan kalau telat dikit sudah dikatain nggak laku dan bla bla bla. Setelah lulus SMA, saya masih melanjutkan D1 di STIKK An-Nur 3 (Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning di pesantren). Rencana mau kuliah nggak kesampean karena beberapa sebab. Pengen iya, tapi mungkin nggak terwujud saat itu. Malah akhirnya nikah :D
Suami saya merupakan adik dari Ustadz yang mengajar saya di pesantren. Ketemu sekali tanpa ngobrol. Hanya berpapasan kemudian dia memutuskan melamar. Sesimpel itu ya kalau sudah jodoh.
Kalau dipikir, bagaimana kita bisa melabuhkan hati pada orang yang belum kita kenal secara utuh? Minimal kenalan dululah, ngobrol-ngobrol, nunggu seminggu atau sebulan, barulah memutuskan. Nyatanya kami nggak membutuhkan waktu selama itu. Sore kami ketemu, selepas Magrib, lewat perantara Ustadz lain, keinginan melamar itu disampaikan.
Belum Kenal, Takut Salah Pilih
Jangankan yang baru kenal, bagi yang sudah pacaran lama saja belum tentu tahu seluruh baik dan buruk pasangannya kecuali setelah menikah. Jadi, nggak perlu juga mencemaskan ini dan itu jika jodoh itu bertandang dalam hidupmu. Bismillah dan berbaik sangkalah pada Allah.
Cukuplah kita mencari tahu siapa dia dan bagaimana akhlaknya dari orang-orang yang mengenalnya atau dari orang-orang terdekat. Saya pun baru tahu kalau si Mas ini adik Ustadz saya sendiri. Setelah merampungkan kuliah, si Mas pindah dan bekerja di Jakarta. Jadi, benar-benar nggak tahu dan nggak kenal sama sekali.
Saat akan menikah, pasti banyak keraguan, ketakutan, hingga kecemasan berlebihan. Jangan sampai kita salah pilih, karena nikah buat kita, kan cukup sekali seumur hidup. Pikiran kayak gini sering bikin risau. Gimana kalau dia begini dan begitu. Apalagi setelah nikah mesti ikut pindah ke Jakarta dan berjauhan dari orang tua.
Qadarallah, orang tua juga nggak mau saya pindah. Mereka ingin saya tetap tinggal bersama. Terdengar aneh, masa setelah nikah tetap sama orang tua dan LDR-an sama suami? Meski begitu, pernikahan kami terlaksana dan orang tua pun melepas saya ke Jakarta. Hal-hal yang ditakutkan sebelum menikah pun nyatanya nggak terjadi.
Usia Bukan Tolok Ukur
“Nggak mau nikah muda, soalnya masih labil banget. Takutnya malah seenaknya ninggalin pasangan. Belum lagi kalau punya anak.”
Belum tentu yang usia 20 tahun ke atas bisa dewasa dalam berpikir dan bersikap. Pun sama, nggak setiap orang yang masih belasan tahun bersifat kekanakan dan labil. Usia bukan tolok ukur seseorang bisa dikatakan matang dalam berpikir dan bersikap.
Bisa kita lihat, banyak yang nikah di usia muda dan pernikahannya baik-baik saja. Jadi, jangan merisaukan soal usia secara berlebihan. Nggak harus nunggu usia 25 tahun ke atas untuk menikah. Jika jodohmu datang di usia 19 tahun, apa perlu ditolak? Nggak mesti segitunya, kan? *curhat.
Nikah Sudah Pasti Diuji
Seperti saya katakan sebelumnya, setiap pernikahan ada ujiannya masing-masing. Dari awal kita harus tahu, bahwa menikah bukan hanya soal senang-senangnya saja. Bukan soal bahagia-bahagia doang. Bukan hanya soal uwu-uwu di awal dan di mata para netizen. Menikah butuh komitmen. Mudah dijalani saat senang, tapi bagaimana ketika sedang sulit dan kapal diterjang badai? Nah, di sini kita diuji.
Ketika menikah, semua orang akan mengucapkan selamat menempuh hidup baru. Lembaran baru dalam pernikahan baru saja dimulai. Kehidupan baru dengan warna warninya baru saja dibuka.
Karena sadar betul menikah bukan hanya soal senang saja, maka sejak awal kita pun mesti memikirkan masak-masak sebelum menikah. Karena menikah bukan pacaran yang ketika bosan dan lelah bisa dengan mudah ditinggalkan. Tidak juga mudah mengatakan kata putus dan semudah itu juga buat bubaran.
Nikah Bukan Perlombaan
Nikah bukan perlombaan. Siapa duluan, dia yang menang. No, nikah bukan tentang siapa cepat, dia yang dapat. Jadi, menikah di usia berapa pun sebenarnya bukan masalah. Islam juga tidak mempermasalahkan soal itu. Hanya saja kita sendirilah yang sering mempermasalahkannya. Akhirnya, yang belum ketemu jodoh sering kena bully. Padahal, siapa juga yang mau menunda untuk berumah tangga?
Pertanyaan kapan nikah jadi terasa nggak nyaman buat sebagian orang. Kita nggak tahu, seberapa sulit dia mendapatkan jodohnya. Ada yang sudah taaruf kemudian batal menikah. Ada yang sudah menikah, kemudian terpaksa berpisah. Kita mesti peka dengan kondisi orang lain :)
Jangan Buru-Buru Menikah Jika Mau Enaknya Saja
Menikah memang merupakan sunah yang dianjurkan. Tapi, jika belum siap, tidak perlu memaksakan diri. Nggak perlu iri dengan tetangga sebelah yang sudah menikah. Nggak perlu cepet-cepet nikah karena pengen viral. Menikahlah ketika kamu siap. Menikahlah karena pengen ibadah dan memperbaiki diri. Sebab kalau hanya mau enaknya saja, kamu nggak akan dapat apa-apa.
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu adalah pengekang syahwatnya yang menggelora.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Baa’ah merupakan kemampuan untuk berhubungan, tapi disertai kemampuan menafkahi terlebih dulu. Jika belum siap, maka Islam memerintahkan kita supaya menjaga pandangan dan kemaluan. Bukan malah pacaran.
Gimana, gimana? Masih semangat menjemput jodoh? Jangan takut dengan sesuatu yang belum terjadi dan selalu berbaik sangkalah pada Allah. Jika jodohmu belum juga datang, bukan berarti kamu akan men-jomblo selamanya, kok. Jodoh sudah ditetapkan. Tinggal bagaimana cara kita menjemputnya.
Katanya, jodoh adalah cerminan diri. Jika mau yang baik, maka pantaskan dirimu dari sekarang. Sambil nunggu, sambil memperbaiki. Insya Allah akan datang jodohmu di waktu yang tepat.
Salam hangat,
Featured image: Photo by Beatriz Perez Moya on Unsplash
duh makin semangat menjemput jodoh, eh
ReplyDeletebtw, meski menikah tanpa pacaran kudu banget selektif ya, soalnya temanku ada juga yang nikah tanpa pacaran tapi.... ya mngkin karena bukan jodoh kali ya, hhh
Iyalah, Mbak..Jangankan buat menikah yang seumur hidup insya Allah cukup sekali aja, yang mau milih pacar aja mesti selektif...hihi. Tapi, Islam nawarin konsep taaruf bukan pacaran supaya nggak salah pilih. Apa yang ditetapkan di dalam agama kita nggak pernah salah. Jika di tengah jalan ada hal yang tidak sesuai rencana, berarti Allah kehendaki demikian. Karena yang pacaran pun ada yang nikah hanya hitungan bulan kemudian pisah.
ReplyDelete