Awalnya, nggak kepikiran mau coba menanam sayuran dengan metode hidroponik. Malas karena jarang banget berhasil bercocok tanam meskipun saya anak seorang petani...huhu. Tapi, melihat beberapa video di Youtube dan Instagram, tiba-tiba jadi pengen pake banget.
Belum lagi tetangga di kanan kiri udah menanam kangkung meskipun dengan metode yang paling sederhana seperti memanfaatkan sampah plastik. Ini yang bikin iri, jangan sampai tetangga panen kangkung dan saya nggak dibagi, daripada saya ngiler, mending saya coba berkebun sendiri juga dong *lol
Kalau di kampung, mungkin saya nggak akan pilih metode hidroponik, sebab tanah di kampung halaman udah subur banget plus pekarangan luaaaas. Qadarallah, setiap orang tua saya menanam sayuran, sudah pasti bakalan subur. Sedangkan anak bungsunya di Jakarta ini selalu gagal panen karena ada aja kendalanya.
Dan lagi, lahan untuk berkebun di sini itu sempit banget. Saya punya taman, tapi kecil. Sisanya lantai semua...kwkwk. Nggak ada pekarangan yang bisa ditanami sayuran di sini. Satu-satunya cara berkebun yang paling mudah tanpa banyak makan lahan ya pakai metode hidroponik.
Awalnya mikir kalau hidroponik ini susah banget, ya dan butuh biaya yang sangat lumayan terutama untuk membeli pipa paralonnya itu. Tapi, rupanya suami saya bisa bikin sendiri. Seharian aja kelar dong *auto terharu...hihi. Setelah itu datang tetangga minta dibuatkan :D
Manfaatkan sampah plastik
Buat pemula, nggak usah repot dan ribet membeli pipa-pipa yang harganya bisa satu juta lebih itu. Kalau hanya mau coba-coba dan iseng-iseng, mending manfaatkan sampah plastik. Beberapa orang juga memanfaatkan sampah styrofoam sebagai tempat menanam. Ada juga yang beli baru, tapi tentunya hanya menghabiskan biaya sangat minim.
Jika mau lebih niat dikit, bisa beli paket hemat hidroponiknya. Satu paket ini berisi bak kecil semacam nampan dengan ukuran lumayan tinggi sebagai tempat nutrisi, di atasnya ada penutup dengan 9 lubang, netpot, hingga benih dan nutrisinya sekaligus. Kamu bisa mendapatkannya di marketplace dengan harga sekitar 100 ribuan.
Pilih benih berkualitas
Iya, percuma kalau semua bahan sudah disiapkan, tapi benih yang dipakai kadaluarsa atau kualitasnya nggak bagus. Pasti akan berpengaruh banget dengan proses tumbuhnya nanti. Saya membeli benih dengan label panah merah. Hasilnya bagus dan kayaknya umum dipakai oleh banyak orang juga.
Nah, ketika proses semai benih, nggak perlu langsung diberi air nutrisi. Cukup pakai air biasa saja. Kebetulan saya pakai media tanamnya berupa tanah dan di bagian bawahnya tetap diberi air. Setelah lumayan besar, barulah kita berikan nutrisi.
Ribet? Nggak juga, kok. Hanya kita mesti akrab aja dengan istilah baru dalam metode hidroponik ini. Salah satunya air nutrisi.
Apa sih air nutrisi itu?
Jadi, dalam metode hidroponik, sayuran sangat bergantung pada air nutrisi. Karena kita nggak pakai tanah (meskipun beberapa orang tetap pakai tanah campuran untuk media tanam). Air nutrisi ini berisi pupuk khusus hidroponik berisi pupuk A yang mengandung kalium ditambah pupuk B mengandung sulfat dan fosfat.
Kita bisa membelinya dalam bentuk paket. Satu kemasan sudah berisi dua jenis pupuk, yakni pupuk A dan pupuk B. Kebetulan saya pakai kemasan bukan cair alias harus dicampur sendiri dengan air.
Satu kemasan untuk 500 ml bisa kita beli seharga 20 ribu saja. Nantinya akan kita campurkan masing-masing pupuk dengan 500 ml air yang kemudian bisa kita gunakan untuk membuat air nutrisi setiap 1 liter diberi masing-masing 5 ml nutrisi.
Butuh TDS meter untuk mengukur ppm dalam larutan nutrisi
TDS itu apa sih? TDS merupakan alat yang digunakan untuk mengukur ppm atau part per million. Ppm ini menunjukkan kepekatan larutan nutrisi yang sudah kita siapkan. Dan saya belum punya dong...hihi.
Seberapa pentingkah memiliki TDS? Termasuk sangat penting kalau kita memang niat banget buat berkebun ala hidroponik. Tapi, kalau sekadar coba-coba sih nggak masalah belum punya. Qadarallah, kemarin waktu pesan netpot sekalian pesan TDS, tapi kehabisan. Akhirnya diganti sama pot warna warni *emak-emak tetap happy..kwkwk.
Media tanam hidroponik
Media tanam hidroponik ini bermacam-macam, ya. Yang paling banyak dipakai adalah rockwool, semacam spons gitu. Beberapa juga memakai sekam bakar, arang, hingga tanah yang sudah dicampur-campur :D
Untuk sementara waktu, saya masih pakai media tanam berupa tanah sebelum nanti benih yang sudah disemai dipindahkan ke netpot di pipa paralon. Nanti saya akan pakai rockwool karena netpot itu bolong tengahe...kwkwk. Nggak mungkin diisi tanah. Kecuali jika kita bikin netpot sendiri gitu.
Karena pakai tanah, saya gunakan juga kain flanel supaya air nutrisi bisa diserap tanah. Soalnya benihnya masih kecil dan akarnya belum sampai ke air nutrisi, perlu banget kita beri kain flanel.
Cahaya matahari yang cukup
Kebetulan di teras, cahaya matahari masuk cukup untuk pertumbuhan tanaman hidroponik yang saya miliki. Semoga saja, ya...kwkwk. Soalnya saya juga baru mencoba. Masih deg-degan juga ketika nanti mau dipindah ke netpot.
Benih-benih seledri sudah mulai terlihat bentuk daun seledrinya *selama ini lebih mirip apa emang, Mbak? Haha. Nggak mirip seledri awalnya. Jadi, agak bingung juga sebab seledri ini pertumbuhannya sangat lama. Takutnya yang tumbuh malah suket...kwkwk.
Butuh sabar dan sabar ketika berkebun, ya. Bayangannya pengen cepat panen sayuran segar seperti orang lain. Tapi, faktanya tak secepat itu. Kadang tak segemuk itu juga hasilnya...kwkwk.
Next insya Allah akan saya update lagi perkembangan dari tanaman saya ini. Untuk kali ini, kayaknya cukup sampai di sini. Semoga bermanfaat dan menjadi penyemangat buat teman-teman yang masih ragu mencoba di rumah. Yuk, manfaatkan bahan-bahan bekas dulu sebagai permulaan.
Salam hangat,
Featured image: Photo by Quang Nguyen Vinh on Pexels
Salah satu efek positif yang saya suka di saat pandemi adalah banyak yang suka bercocoktanam. Seru aja lihatnya. Dan pekarangan rumah sekecil apapun menjadi terlihat hijau :)
ReplyDelete