Pernah nggak sih ngerasain patah hati ketika naskahmu ditolak oleh penerbit? Terang-terangan ditolak itu masih mending, lho. Tapi, kalau nggak dijawab sampai berabad-abad lamanya, coba gimana nyeseknya? Sebagian penerbit menentukan waktu review naskah maksimal 3 bulan. Ini udah paling wajar menurut saya. Tapi, sebagian ada yang sampai 4 bulan, ada juga yang tak terhingga.
Nah, kalau tak terhingga, kebayang mau nunggu sampai kapan? Ngejomblo setahun aja kamu nggak betah, apalagi nungguin naskah? Kwkwk.
Sebenarnya, kalau kita hanya fokus dengan menunggu jawaban editor, waktu rasanya bakalan berlalu lama banget. Jalannya lamban banget kayak siput, apalagi kalau kita memutuskan menjadi kaum rebahan selama Ramadan, nggak ada aktivitas positif yang dikerjakan, nggak ada hal-hal menarik hati yang bisa dilakukan, ibadah nggak, nulis pun nggak. Percayalah, bahwa seminggu pun bakalan terasa setahun :(
Kata Dilan, rindu itu berat. Kata para penulis, nungguin review naskah dari editor di penerbit jauh lebih berat. Apalagi kitanya selalu sungkan sama editor, meski ngomongnya sedikit, tapi wibawanya selangit...kwkwk. Sampai sekarang saya nggak pernah berani cekakak-cekikik sama editor, kesannya udah horor duluan *semoga mbak editor kesayangan nggak baca ini...kwkwk.
Padahal, mereka baik banget, masya Allah. Pas ketemu juga ketahuan ramah dan humble banget. Tapi, ya gitu deh. Sungkan minta ampun. Jadi, memang menahan diri dengan sangat untuk tidak menanyakan naskah yang telah dikirim, apalagi sampai berkali-kali nanya. Saya yakin, mereka mengerti dan membaca pesan kita, masalahnya, jika memang belum waktunya, terus apa yang mau mereka sampaikan? Paham, ya? hihi.
Naskah Ditolak Bukan Akhir dari Segalanya
Benar, naskah ditolak bukan akhir dari segalanya, kok. Saya? Nggak kehitung berapa kali ditolak dan berapa kali nggak ditanggapi...kwkwk. Sedih? Agak. Tapi, lama-lama terbiasa juga. Karena, ini adalah proses yang harus kita lalui.
Jika ingin tulisan kita bagus, maka harus berlatih. Salah satu cara melatih diri kita supaya lebih luwes nulisnya ya dengan menulis itu sendiri. Bisa di blog, bisa menulis naskah dan segera ajukan ke penerbit.
Kalau nggak mau melalui proses satu ini, ya jangan harap kemampuan menulis kita bisa lebih bagus ke depannya. Karena saya percaya, naskah ditolak memang ada sebabnya. Entah kurang sempurna, kurang cocok dengan penerbit, bisa temanya nggak sesuai walau tulisan udah cakep, bisa karena memang butuh latihan lagi.
Untungnya apa sih kita bisa menyelesaikan naskah? Tentunya kemampuan menulis dan menyelesaikan satu naskah semakin terasah. Karena nggak gampang menulis satu buku sendirian. Iya, nggak mudah menulis buku solo. Dengan menyelesaikannya, kita sudah selangkah lebih hebat, lho.
Direvisi, Ditinggalkan, Atau Ajukan Lagi ke Penerbit Lain?
Setelah naskah jelas ditolak, apa yang bisa kita kerjakan? Merevisi naskah yang sudah dapat review dari editor? Dibuang aja karena bikin patah hati dan nangis bombay sehari semalam? Kwkwk. Atau langsung ajuin aja deh ke penerbit lain?
Kalau saya pribadi lebih senang membaca lagi naskah itu. Biasanya, bakalan terasa nggak enaknya di bagian mana. Bisa kita edit, tapi jarang sekali saya revisi dalam jumlah banyak. Paling edit sedikit saja beberapa bagiannya.
Kemudian apa yang bisa kita lakukan? Ajukan lagi ke penerbit lain dong. Karena kita harus berjuang untuk mendapatkan jodoh dari naskah kita. Peluang masih terbuka, kecuali sudah nggak ada lagi penerbit yang bisa dicoba.
Pilihan terakhir, kita bisa menerbitkan sendiri di penerbit indie. Ini adalah pilihan terakhir yang bisa kita lakukan supaya naskah tetap bisa diabadikan dan jadi portfolio :)
Setiap Naskah yang Kamu Tulis Pasti Ada Jodohnya, Insya Allah
Pernah nggak, sih kamu menulis naskah, kemudian ditolak oleh penerbit? Lantas, kamu ajukan lagi ke penerbit lain, karena nggak ada jawaban sampai empat bulan lebih, akhirnya kamu berniat menarik lagi naskah itu untuk diajukan ke penerbit lain.
Eh, belum sempat kamu tarik, tiba-tiba penerbit pertama yang menolak naskahmu mengirimkan naskah itu ke editor lain karena merasa naskah tersebut lebih cocok dengan penerbit itu.
Dan amazing! Rupanya naskah itu diterima :)
Gimana reaksimu? Kaget! Nggak nyangka! Pengen nyakar-nyakar tembok? Kayaknya kalau bisa...kwkwk. Dan itulah yang saya alami sekitar tahun 2019 lalu. Naskah yang diperjuangkan berbulan-bulan akhirnya dapat jodohnya juga. Hasil yang sangat manis, masya Allah.
Dan, bukannya nggak mungkin hal yang sama bakalan terjadi juga sama kamu. Saya merasa, selama kita mau berusaha, mau bergerak, maka Allah selalu kasih peluang, meskipun jalannya nggak mudah. Tapi, buat saya itu sudah lebih dari cukup, kok.
Menunggu bertahun-tahun, malah gagal terbit? Nggak dikabari pula? Nggak masalah, akhirnya ada jodohnya juga. Allah itu baik, kok. Penting kamu tetap berusaha. Jangan berhenti karena sedih dan kecewa. Jika mau impian terwujud, usahakan lebih gigih tanpa kenal lelah. Suatu saat pasti ada jodohnya.
Gimana, masih merasa patah hati setelah naskahmu ditolak? Anggaplah ini adalah bagian dari proses yang mesti kita lalui sebelum berhasil menjadi penulis hebat dan karya-karya kita laris di pasaran. Kamu harus percaya bahwa Allah itu baik dan akan selalu membantu orang yang mau berusaha dan tentunya berhati baik :)
Jadi, sabar, ya? Tegarkan hatimu dan tulislah naskah baru sambil menunggu naskah direview. Apalagi dalam kondisi seperti sekarang di mana hampir semua penerbit seperti sedang pincang...hiks. Jadi, jangan fokus dengan naskah yang ditolak atau yang belum direview, tetap menulis saja jika kamu memang sungguh-sungguh mau jadi penulis :)
Salam hangat,
Featured image: Photo by Christin Hume on Unsplash
kalo pengalaman saya dulu cepat sekali diterima, tapi kemudian revisinya yg lama dan adu tarik dengan editor hehe
ReplyDeletekadang kalau sudah kelamaan , aku ke penebit indie yg bisa dipercaya
ReplyDelete