“Mbak, gimana cara menulis buku? Pengen punya buku solo meski hanya satu.”
“Mbak, bagaimana cara membagi waktu antara menulis buku, ngeblog, sama ngerjain tugas rumah? Saya kok rasanya belum mampu melakukan semuanya sekaligus, ya?”
“Mbak, Mbak, jemurannya belum diangkat udah gerimis, tuh!” :D
Mbak, kita ini manusia biasa. Melihat orang lain seperti serba bisa sebenarnya bukan hal yang tepat. Karena, apa yang kita lihat pasti berbeda dengan kenyataan yang mereka jalani. Rumput tetangga selalu lebih hijau, karena kalau nggak hijau, pasti pepatah ini nggak akan ada *lol. Saya melihat, teman-teman itu terlalu fokus sama pencapaian orang lain dan lupa bertanya tentang prosesnya.
Iya, saya sekarang menjadi penulis buku, beberapa buku saya qadarallah sudah majang di Gramedia, saya juga pernah menang lomba blog dan lumayan rutin ngisi (meskipun nggak selalu), tapi pernah nggak, sih, teman-teman membayangkan proses panjang saya sebelum sampai di titik sekarang?
Teman-teman melihat saya seperti serba bisa, sedangkan saya melihat orang lain serba sempurna. Begitulah kehidupan, ya? Hanya saja kalau kita terlalu fokus dengan semua itu, fokus melihat orang tanpa pandai-pandai mengambil pelajaran, ujung-ujungnya bukan malah termotivasi, tapi justru jadi merasa rendah diri, nggak percaya diri, mau kirim naskah nggak pede, padahal sudah sering menulis, lho. Kadang kita juga jadi lupa mengukur kemampuan diri, hingga semua pekerjaan diambil dan dikerjakan sekaligus, akhirnya buyar karena nggak bisa fokus dan belum mampu sejauh itu.
Karena terlalu sibuk membanding-bandingkan kemampuan dengan orang lain, kita jadi susah mau maju. Orang lain bisa karena memang sebelumnya pernah menjalani proses seperti yang sekarang kita jalani. Orang lain terlihat hebat, bukan berarti sejak lahir dia sudah jago menulis buku. Pasti belajar tengkurap dulu, belajar merangkak, dan berjalan. Belajar nulis malah baru masuk TK atau malah pas masuk SD :D
Memotivasi diri itu bisa dengan kalimat “Kalau dia bisa, insya Allah aku juga bisa.” bukan dengan kalimat semacam ini “Dia jago banget nulisnya. Kirim ke penerbit selalu lolos. Sedangkan aku masih junior. Pemula banget. Malu ah mau coba kirim ke penerbit mayor.” Lho..lho...Gawat!
Jangan seperti itu, ah! Semua orang itu berproses. Jangan jauh-jauhlah, perhatikan saja postingan pertama di blog saya, isinya hanya sedikit, bahasanya masih aneh, nggak bisa langsung nulis panjang 2000 kata tiap postingan dan ngalir seperti sekarang. Ada proses mendaki yang mungkin cukup melelahkan, tetapi sangat indah bagi yang mau menikmati. Dan biasanya teman-teman nggak bisa melihat itu, hanya kita sendirilah yang tahu.
Saya sering mendapati, banyak orang udah tahu ilmunya, tapi kalau disuruh nulis susah disiplinnya, susah percaya dirinya juga kalau mau coba ke penerbit mayor. Tapi, mereka selalu bilang pengen punya buku. Kapan, ya? Tentu saja kamu sendiri yang tahu kapan itu terjadi. Iya, kan?
Menulis Cepat Butuh Proses Nggak Sebentar
“Mbak, kok, bisa menulis sehari sepuluh halaman?”
Sebelum bisa berlari kencang, kita pasti latihan dulu. Sehari dua hari nggak akan pernah cukup. Butuh waktu lama untuk berlatih supaya bisa berlari kencang dan memenangkan perlombaan. Begitu juga dengan menulis. Kenapa bisa menulis dalam jumlah banyak per hari? Karena sudah terbiasa melakukannya. Paling bolong nggak nulis sehari dua hari, itu pun kalau darurat, terlalu capek atau sedang bepergian.
Makannya saya selalu katakan, ikut lomba blog atau menulis buku, meski akhirnya nggak menang dan nggak lolos masuk penerbit, tapi sebenarnya kita nggak pernah rugi. Karena kita sebenarnya sedang berlatih, mengasah kemampuan menulis. Pengen jadi penulis ya harus menulis, masa hanya malas-malasan? Itu namanya pemalas, bukan, sih? *Eh.
Latih aja sering-sering. Mau sukses jangan kebanyakan ngeluh. Mustahil mengharapkan buah apel dari pohon jeruk. Mustahil mengharapkan sukses, tapi setiap hari kita sangat pesimis. Nggak bisa seperti itu. Kalau kita mau sukses, coba kita tulis impian itu di kertas, tempelkan di tempat yang sering kamu lihat. Tulis hal-hal positif, baca berulang-ulang, kalau perlu tulis impian kamu setiap malam menjelang tidur.
Lihat, impian itu punya jalan sendiri untuk terwujud. Peta impian ini saya tulis tahun 2008, ketika kelas 3 SMA. Bahasanya aja masih alay, Gaes. Uniknya, semua terjadi sesuai apa yang saya tulis. Seremnya, pakai gagal beneran juga, lho sebelum akhirnya saya bisa menerbitkan buku-buku lainnya.
Buku ‘Agar Suami Tak Mendua’ adalah buku pertama yang saya tulis. Kemudian saya mundur dari dunia menulis sekitar tiga tahun setelah naskah itu rampung dan tinggal antre cetak. Tahu, nggak? Ternyata buku itu harus gagal terbit setelah saya menunggu sekitar 5 tahunan.
Kemudian, atas saran dari teman-teman, saya tarik naskahnya, saya revisi, kemudian saya ajukan ke penerbit mayor yang lain. Qadarallah, naskah itu diterbitkan oleh Quanta pada tahun 2019.
Saya menyesal, kenapa dulu harus menulis kata ‘gagal’ dalam peta impian itu. Saya nggak pernah menyangka impian itu menjadi nyata seluruhnya. So, kamu yang berniat menulis impian, benar-benar tulis hanya hal positif aja, ya? Jangan kayak saya :D
Punya Buku Butuh Perjuangan
Ya, kali nulis buku beneran kayak goreng bakwan? Sekelas Ahmad Rifa’i Rif’an saja saya yakin, pasti mengorbankan banyak hal supaya tulisannya benar-benar menjadi naskah utuh. Dia bercerita, bahwa dia benar-benar memanfaatkan waktu dengan sangat baik. Ya, kalau nggak butuh, jangan buang-buang waktu.
Sambil nunggu pesawat misal, beliau menulis. Kita ngapain? Dan saya yakin, beliau juga nggak suka nonton Drama Korea yang benar-benar menyita waktu...kwkwk. Karena, saya yang jarang nonton, ketika udah nonton susah banget mau udahan. Malah kadang diulang lagi sampai bosan, penyakit banget, kan? Kwkwk.
Kalau ditanya gimana saya membagi waktu? Bisa menulis buku, masih ngeblog juga? Ya, kita tentukan saja mana pekerjaan yang mesti diprioritaskan terlebih dulu. Sebenarnya, saya pengen ngisi blog setiap hari, tapi ternyata saya juga nggak bisa nahan buat nulis buku. Makin ke sini keduanya semakin menarik. Akhirnya saya memutuskan menulis buku sebagai prioritas, kemudian jika masih ada waktu, barulah ngisi blog. Makannya, jangan heran saya jarang banget blogwalking *Maafkan.
Ketika sudah menulis, kadang bosan banget ngerjainnya. Pengen cepat kelar, Gaes. Solusinya? Kita mesti ambil tema yang dikuasai dan kita suka. Kalau nggak suka, bahaya, sih. Bisa jadi kita depresi kali ngerjainnya...kwkwk. Terburuk, nggak kelar bukunya :D
Kesibukan kita itu berbda-beda, karenanya saya bingung juga bagaimana membagi tip sehari-hari kepada teman-teman. Karena, ada orang yang udah punya ART aja masih merasa kerepotan. Itu karena memang kehidupan kita brbeda, kemampuan, emosi, kesabaran, kesibukannya pun beda banget. Jadi, jangan suka minder kenapa belum sehebat si A, mending berusahalah untuk memaksimalkan waktu yang kita punya.
Hanya Kita yang Bisa Mengusahakan
Kita nggak bisa terus menerus bergantung kepada orang lain, mustahil. Kita harus berusaha sendiri. Coba terus sampai kita berhasil. Karena ini adalah impian kita, maka kita sendirilah yang harus mengusahakannya.
Berapa banyak calon penulis yang ikut kelas menulis online supaya bisa menulis satu buku? Tapi, berapa banyak yang berhasil menuntaskannya? Ternyata hanya sedikit. Saat kita masuk kelas menulis, bayangannya apa? Langsung bisa menulis buku?
Padahal, kalau mental kita masih begini-begini aja, nggak pernah mengusahakan dengan lebih gigih, hasilnya percuma saja. Mau ikut puluhan sampai ratusan kelas, hasilnya nggak akan beda jauh. Ini bukan tentang orang lain, mereka hanya membantu dari belakang, kitalah yang harus melangkah ke depan. Kalau kitanya aja nggak mau usaha, sepuluh tahun lagi pun akan tetap seperti ini.
Jangan Terlalu Banyak Target, Fokuskan Pada yang Paling Ingin Kamu Wujudkan
Lihat, blogger-blogger yang keren itu punya manajemen waktu yang bagus. Mereka punya waktu khusus buat nulis, jawab komentar di blog, dan blogwalking. Nggak asal ngeblog aja. Makannya, saya tarik napas, nggak akan sanggup ngerjain seluruhnya dengan sempurna. Saya fokuskan dulu target saya satu per satu. Biar saya tetap bisa menikmati hidup *eaa.
Saran saya, kalau kita masih belajar, mending fokuskan saja target kamu pada satu hal. Baru bikin target lagi. Karena kebanyakan target malah bikin kita nggak fokus, ujungnya malah buyar semua. Lagi pula, kita harus ingat dengan kemampuan diri sendiri. Kenapa si A bisa mengerjakan ini dan itu sekaligus? Karena memang dia sudah berlatih cukup lama. Jika kita belum mampu, mending fokus salah satunya saja dulu.
Saya pernah bertanya ketika masuk kelas Ahmad Rifa'i Rif'an. Apa beliau pernah menulis dua buku dalam waktu bersamaan? jawabannya, pernah. Kelebihannya memang jadi tidak mudah jenuh (lho, beliau aja jenuh, apalagi kita..kwkwk), tapi, kekurangannya jadi susah fokus, dan akhirnya naskahnya nggak pernah kelar.
Setelah beliau menjawab demikian, saya putuskan hanya mengerjakan satu naskah saja dalam satu waktu. Awalnya saya mau coba ngerjain dua naskah sekaligus, kemudian urung mendengar jawaban beliau. Memang ketika dicoba, fokus pada satu hal akan jauh lebih maksimal hasilnya, insya Allah.
Dan, pada akhirnya kita sendirilah yang harus pandai-pandai mengusahakan. Mulai dari belajar disiplin dengan target sendiri, dengan jadwal menulis, mau membuang kebiasaan tidak perlu dan memakan banyak waktu, sehingga waktu kita bisa lebih efektif dan maksimal digunakan. Memang, akhirnya waktu istirahat berkurang. Kalau ada waktu sedikit jadi buat menulis, sayang buat hal yang kurang penting.
"Ah, aku, kan juga butuh me time!"
Bagi kami, menulis itulah waktu untuk bersenang-senang. Kok, bisa? Karena kami suka, kami cinta. Nggak akan terbebani dengan hal yang kami sukai *eaaa :D
Salam hangat,
Featured image: Photo by Ylanite Koppens on Pexels
Saya banget ini Mbak. Sering mikir, dia penulis hebat, aku mah pemula. Gak fokus karena kebanyakan target. Bosan dikit, kesel dikit balik ke drakor. Hadeh, penyakit ini. Mau fokus satu dulu lah buat bulan ini. Menyelesaikan satu buku solo. Godaan ngeblok dan ikut lomba diabaikan dulu. Mohon doanya buat kelancaran proses bukuku ya Mbak Muyas....
ReplyDeleteWoo kereeen emang mbak Muyassaroh 😍😍
ReplyDeleteIya, Kak. Setuju banget. Kalau mau punya buku atau jadi blogger, yang pertama-tama dilakukan ya menulis. Apa aja yang penting menulis. Lama-lama terbiasa. Btw, keren sudah punya buku. Kalau saya memang kurang minat tulis buku. Lebih suka artikel pendek saja.
ReplyDeleteSamaaaa, me time saya juga nulis. Tapi nulis untuk blog. Jujur aja saya belum begitu tertarik menulis untuk buku. Tapi biarpun begitu, saya punya satu antologi yang sudah terbit lhooo..
ReplyDeleteMakin sering ke sini, jadi makin tau mbaknya punya penulis favorit tertentu. Mantap dah! Hehehe
ReplyDeleteBener banget. Masalah disiplin emang paling sulit. Terus, buat orang kayak saya, kadang bingung mau nulis tentang apa. Nulis mah nulis. Tapi yang harus kayak bahas topik tertentu dengan panjang agak susah~
Saya lagi ngitung jempol nih Mba, pengen kasih 6 jempol, tapi saya punyanya 4 doang, itupun yang 2 kagak sopan, jempol kaki soalnya hahaha.
ReplyDeleteSaya tuh saluuuttt banget ama para penulis buku, saya bisa menulis di blog, tapi nggak terlalu berani menerima tantangan buat nulis buku, soalnya nulis buku itu beda ama nulis di blog, di blog mah lebih cenderung suka-suka, beda ama buku.
Dan Mba Muyas bisa menulis sebanyak itu setiap hari, uwowwww
Wooww!!..Fantastis.😄😄
ReplyDeleteSaya sebenarnya ingin membuat sebuah karya dan dibukukan. Tetapi ternyata semua itu tidak segampang membalik telapak tangan. Memang butuh waktu dan perjuangan terutama pikiran.😄
Dan apa yang telah dijelaskan diatas mungkin bisa jadi pedoman menarik nih terutama buat saya pribadi.
Ok mbak thanks nih atas artikel kerennya. Dan sukses selalu atas karya2 bukunya.😄😄
untuk memulai menulis memang kita harus bermulai dari passion atau minat dahulu, karena memang menulis tidak semudah yang dibayangkan. Butuh inspirasi agar tulisan bisa terus berjalan.
ReplyDeleteDan artikelny bagus mba! keren
Hihi...Terima kasih, Mbak..nanti pinjem jempolnya tetangga yaak :D
ReplyDeleteTapi, jadi blogger sebaik mbak juga nggak mudah ngejalaninnya..salut juga. Kita punya rutinitas beda-beda ya, tapi saya percaya kita sama-sama bekerja keras :)
Iya ya, Mba kebanyakan orang hanya melihat hasilnya saja. Mau hasilnya saja, tapi mereka enggan menjalani prosesnya. Padahal untuk mencapai hasilnya kudu ada proses. Mana bisa kita seperti skrg jika tanpa proses. Suka dengan artikelnya, Mba. Sukses selalu ya.
ReplyDeleteKl fokus pasti apapun ada jalannya
ReplyDeleteSaya akan coba deh, soalnya saya pemula jg dalam ngeblog hehe
Mba Muya, thanks sarannya.
ReplyDeleteSaya pun di tahun 2020 ini mencoba untuk tidak meletakkan target terlalu tinggi.
Karena kalo terlalu tinggi, takutnya pas mau mulai malah kebanyakan mikir sih mulainya dari mana.. hasilnya malah membuang banyak waktu..
Menulis kalau jadi hobi ga bakalan ada matinya. Sesibuk apapun kita, kalau udah cinta pasti selalu diusahakan hehehe. Bangga kalau sudah punya buku, meskipun misalkan bukan buku solo alias raramean. Ngeblog juga bikin happy karena apa yg kita tulis bisa bermanfaat.
ReplyDeleteBerarti sama seperti ucapan adalah do'a ya mbak, jd bicara yg baik (positif) Krn merupakan do'a yang akan terwujud. Sama halnya dengan menulis impian yang positif, InsyaAllah juga akan terwujud.
ReplyDeleteTerima kasih pecutan semangatnya mba. Hehehe. Sekitar 2012 lalu saya pernah bercita-cita jadi penulis. Saya pernah ikut lomba menulis novel dari penerbit Bukune, cuma bisa lulus seleksi 15 besar, padahal tahapannya itu dari 250 peserta, disaring lagi jadi 100, sampai akhirnya 15, dan yang akan diterbitkan cuma 10. Saya gagal di satu langkah terakhir. Huhuhu, jadi nangis deh waktu itu.
ReplyDeleteNah kesalahan saya adalah berhenti sampai di sana saja dan mengubur dalam-dalam impian menjadi penulis. Akhirnya saya yaaa fokus saja ngeblog, dan novel saya saya posting juga di blog saya. Yah, hitung-hitung ada yg baca. Saya sudah tidak terlalu obsesi lagi jadi penulis novel. Meski demikian benar kata mba, menulis itu harus optimis, gak boleh pesimis. Hehehe
Thanks sudah berbagi ilmu, sama seperti mbak saya menulis gak terbebani malah menikmati dan happy. Semoga bisa menulis buku seperti mbak
ReplyDeleteKeren banget
ReplyDeletePunya karya puluhan Buku
Jadi pingin belajar bikin outline dari tulisan nya mbak Muyass ...
Setujuuu ... Sama isi tulisannya Mbak Muyass ini. Setuju di bagian mana? Ya semuanya. Kalau yang paling aku rasakan alasan sampai saat ini naskah buku masih mangkrak, yang paling utama adalah karena aku belum menjadikan menulis buku sebagai prioritas. Semua kegiatan masih aku lakukan mengalir saja. Prioritas bekerja tentu nggak bisa diabaikan dulu, ya. Tapi waktu setelah dan sebelum bekerja yang memang nggak diprioritaskan untuk menulis buku. Dibilang bisa, ya pasti bisa. Hehehe, yakin banget ini.
ReplyDeleteHmm, jadi terpikir nih untuk mulai memprioritaskan diri menyelesaikan naskah. Kesian kelamaan ngedeprok dia di laptop, hihihi ...
Menulis itu me time.
ReplyDeleteEndingnya pas banget. Jika sudah menetapkan ini, menulis bukan lagi beban. Menulis sehari 10 halaman juga enak saja, meskipun masih ada ngeblog, optimasi blog, dan lain-lain.
Kalau yang kasih tips penulis pro begini sih hrs langsung dipraktekin karena ga semua penulis ninmau ngebagiin hehehehe
ReplyDeleteSaya dr dulu cita-cita nulis buku tapi saya faham blm bs fokus dan belum dapat feel-nya di mana. Karena blm ada point of interest salah satu tema. :D payahlah ya? Hahaha
Senang banget membaca motivasi-motivasi dari Mbak Muyass. "Membakar sekali" Bikin saya juga jadi semangat buat menulis cuma sekarang merasa lebih enjoy saja menulis di blog padahal dulu punya impian juga pengen nulis buku tapi nggak jadi2. Upst!
ReplyDeleteTantangan saya itu untuk konsisten nulis setiap hari mbak. Masih suka cari2 alasan, iya ngaku ini krn tertohok oleh kata2 mbak Muyas. Lalu aku juga suka maruk. Banyak lomba diikutin, segala tantangan nulis dijabanin, akhirnya gak ada yang beres 😭 harus lebih sadar diri ya sama kemampuan dan disiplin diri hiks.. makasih mbak sudah menyadarkan saya
ReplyDeleteAku pengen deh mba belajar bikin mind map biar kalo nulis tuh bisa lebih cepat. Sekarang masih suka lamaaaa banget walopun idenya sudah ada.
ReplyDeleteSaya banget inih.
ReplyDeleteCita-cita punya buku terbit mayor, tapi malesnya ampun-ampunan.
Managemen waktu babak belur.
Duhh... auto interospeksi mba Muyas... makasih lho diingetin. Hiks!
Aku baru punya 2 buku analogi itupun sudah lama sekali, pengen bikin lagi tanya terbentur sana waktu. Terima kasih sudah diingatkan
ReplyDelete