Ketika kita terbiasa melakukan sesuatu, andai tiba-tiba aktivitas itu kita tinggalkan, sudah pasti setelahnya kita merasa sangat bersalah, pengen membayar kekurangan yang sudah ditinggalkan entah karena alasan darurat atau karena malas. Kebiasaan inilah yang harus dibangun mulai sekarang. Supaya suatu saat, ketika kamu mulai malas menulis, kamu selalu punya alasan untuk kembali.
Kalau nggak suka banget, mustahil bisa betah berlama-lama menulis buku, membaca, dan ngeblog. Kalau bukan karena passion, hobi, suka, uang, dan sebagainya pasti hanya akan dikerjakan sekadarnya. Karena memang nggak ada alasan kuat buat kita kembali dan mengulang rutinitas yang sama setiap harinya.
Ditanya soal rasa malas, apa Mbak Muyass nggak pernah malas nulis? Kok, kayaknya idenya nggak habis-habis, ya?
Hoaam, tiba-tiba ngantuk...kwkwk. Karena pertanyaan itu sepertinya terlalu berlebihan terutama buat pemula seperti saya. Saya pun sering merasa malas, sebab kadang terlalu lelah, kerjaan rumah yang nggak pernah beres, anak-anak yang begitu ‘heboh’ sepanjang hari, tangisan, lengkingan, teriakan, sampai pada benjol kalau sudah baku hantam...kwkwk, semua itu kadang bikin saya pengen istirahat lebih lama, Gaes.
Sayangnya, saya kembali berpikir, untuk memulai semua ini sangat dan sangat tidak mudah. Saya pun berpikir kembali, andai saya meninggalkan passion ini lagi, belum tentu besok-besok saya bisa kembali pada keadaan sekarang.
Lantas, bagaimana saya mengatasi rasa malas saat menulis? Di mana tiba-tiba jadi bad mood, pengen nangis, pengen tiduran, main sosial media doang, atau pengen ngumpet di kolong meja? *lol.
Ingat Lagi Alasan Kenapa Kamu Menulis
Dulu, saat pertama kali berniat menjadi penulis, alasan apa yang melatar belakangi itu? Karena suka? Ngilangin stres dan suntuk? Nyari uang? Atau karena memang pengen banget jadi penulis, atau itu memang impian kamu sejak dulu?
Alasan itulah yang harus kamu bangkitkan kembali dalam memorimu. Alasan-alasan itulah yang bisa melecut kembali semangat menulismu hingga kamu segera kembali pada posisi yang seharusnya, nulis lagi, happy lagi buka laptop, nggak ogah-ogahan lagi, Gaes.
Kalau kamu nggak punya alasan kuat, bisa jadi besok kamu memang benar-benar akan berhenti. Maka, sejak saat ini, pikirkan alasan apa yang paling membuatmu bersemangat menulis.
Alasan saya menulis bisa bergantung pada banyak hal, bukan semata-mata tentang diri saya saja. Pertama, saya menulis karena ini adalah impian saya sejak dulu. Sekitar dua belas tahun yang lalu saya masih menulis tangan semua karya saya. Untuk menjadi seperti sekarang, saya butuh jatuh bangun berkali-kali, Gaes. Bahkan ada saatnya saya pernah berhenti.
So, mengingat itu saja saya merasa sangat ‘kurang ajar’ jika membiarkan impian melebur bersama waktu tanpa usaha sedikit pun. Merasa sangat berdosa kalau saya lepaskan semua ini begitu saja. Nggak boleh, karena itu saya harus tetap menulis meski saya sedang lelah.
Kedua, ternyata orang-orang terdekat termasuk orang tua sangat bangga ketika saya menulis buku. Sampai-sampai mereka menunjukkan kepada semua orang, setiap yang datang ke rumah, ini lho anakku jadi penulis. Meski terdengar sangat konyol, tapi saya terharu dengan perhatian itu. Karena mereka, saya berharap bisa mempertahankan apa yang telah saya bangun selama ini.
Ketiga, dapat penghasilan sendiri itu adalah hal luar biasa yang bisa dicapai oleh IRT yang nggak pernah kuliah seperti saya. Saya nggak pernah membayangkan bisa dapat uang dari menulis, satu artikel dibayar bisa sampai setengah juta, dapat penghasilan dari ini dan itu. Tanpa bermaksud sombong, saya happy ternyata hobi masa dulu bisa menghasilkan. Dan semua itu mampu membangkitkan rasa percaya diri saya. Yang awalnya merasa nggak berharga, kemudian rasanya menjadi lebih baik karena bisa meraih apa yang bisa dilakukan oleh orang lain. Hal-hal sepele semacam ini kadang juga menjadi alasan kenapa saya tetap bertahan.
Mungkin Kamu Nggak Akan Rela Jika Melepas Profesi Ini Selamanya
Ini saya banget, ya. Dibilang sempat pengen udahan, ujung-ujungnya malah semakin nggak rela kalau benar-benar berhenti. Masih suka iri ‘positif’ kalau ada teman bisa tetap menulis meski sedang sibuk. Saya nggak rela berhenti apalagi jika nantinya hanya bisa jadi pembaca atau penonton doang...kwkwk.
Jadi, saya harus mempertahankan ini supaya bisa tetap seperti yang lain, supaya bisa sehebat yang lain. Soal hasilnya belum sehebat siapa, yang penting saya tetap bergerak dan berusaha. Itulah inti dari apa yang mesti kita kerjakan.
Istirahat, Kembalilah Kemudian
Kamu merasa bosan, capek, lelah, dan ingin rehat? Istirahatlah sebentar, namun jangan benar-benar berhenti. Kembalilah setelah perasaanmu lega. Nggak masalah kita istirahat, saat itu kita bisa menghimpun kembali semangat yang telah berkurang. Kemudian kita bisa kembali dengan stamina yang lebih tinggi.
Jika kamu bergabung bersama komunitas menulis, nggak masalah curhat di sana, teman-temanmu akan berbagi tip juga. Kamu juga merasa lega, ternyata kamu nggak benar-benar sendirian. Kadang kita memang harus melalui fase semacam ini, insya Allah nanti bisa kita jadikan kenangan, ternyata dulunya kita juga pernah merasa malas dan lelah. Dan itu wajar serta manusiawi banget, kok.
Paksakan Meski Kamu Merasa Pengen Udahan
Paksa diri kamu tetap menulis, jangan sekali-kali berhenti selamanya. Kalau sedang malas, tulis saja hal-hal ringan supaya lekas selesai. Kamu juga bisa mengambil jeda dengan membaca banyak buku, biasanya itu dapat memberikan ide segar untuk kemudian bisa kamu kembangkan.
Kadang kita harus dipaksa supaya tetap konsisten, maka nggak heran kalau ada tantangan menulis justru banyak banget yang berhasil. Karena dipaksa. Kemudian setelah lepas dari tantangan itu, kita melempem lagi kayak rengginang kehujanan...kwkwk.
Kalau kamu pernah malas menulis, saya pun pernah merasakannya. Motivasi dari orang lain hanya akan jadi harapan palsu jika dari diri sendiri tidak pernah ada niat untuk menyudahi. Percuma dinasihati teman-teman yang lain kalau kita sendiri saja malas berbenah.
So, manusiawi jika kamu merasa lelah di suatu perjalanan, tetapi sangat tidak manusiawi jika pada akhirnya kamu memilih berhenti.
Salam hangat,
Featured Image: Photo by Kaboompics.com on Pexels
Saya merasa kerap gagal fokus dan kelelahan untuk memiliki napas panjuang sebagai penilis. Itu karena tidak konsisten saja, kurang usaha lebih keras lagi. Kegiatan follow loop dengan segala dramanya sungguh melelahkan.
ReplyDeleteKalau kemidian saya menunda menulis dan memilih nonton drakor itu artinya sudah jemu dan butuh me tim, kegiatan blogging bukan me rime melainkan pekerjaam.
Motivasi yang harus saya tumbuhkan adalah karena butuh uang, he he. Umur sudah kepala 4 jadi harus segera bikin ratget yang dikebur, ha ha.
Mari semangat lawan malas.
Beruntung bisa mampir ke blog ini dan dapat penyegaran semangat menulis. Memang lagi males aja akhir-akhir ini dan mungkin niat buat balik rajin nulis itu dipertemukan jalannya, salah satunya dengan kesasar ke blog ini. :))
ReplyDeleteWah saya juga pernah dulu nulis pakai tangan. Inget banget, novel pertamaku aku bikin full tulisan tangan. Sayang, udah gak tau kemana itu bukunya. Jaman SMA dulu sih. Wkwk.
ReplyDeleteSebelum bertekad buat aktif ngeblog sekarang ini, saya udah bertahun-tahun memanjakan rasa malas. Efeknya ya jadi malas buat mulai menulis lagi. Dan benar, tanpa motivasi kuat dari diri sendiri, kayaknya saya gak akan bisa menghilangkan rasa malas itu.
Udah lama banget gak update blog, sejak Juni, 6 bulan lalu. Dan membaca ini jadi bikin saya tertampar sekaligus mikir ulang. Buat apa sih sebenarnya saya menulis blog, apa yakin itu blog mau dibiarkan begitu saja. Huhu.
ReplyDeleteTerima kasih atas pencerahannya, Mbak.
saya sempet vakum setaun lebih kayaknya, padahal awal2 ngeblog niatnya kudu rajin "cerita". Sampai awal tahun 2019 niat kudu rajin pokoknya, yaa kalo males yg diinget2 alasan itu tadi
ReplyDeletekalau untuk menulis konten di blog pribadi atau blog komunitas, aku masih cukup rajin tapi untuk menulis novel, cerpen , bukan malas tapi masih kurangide dan masih terbelangkai banyak terutama novel anaknya
ReplyDeleteWah sayang sekali tuh, Bun :)
ReplyDelete