Pernahkah kamu membaca buku Isa Alamsyah tentang 101 Dosa Penulis Pemula? Yups! Di sana dijelaskan banyak hal termasuk pengulangan kata yang tidak seharusnya dan lain sebagainya. Selain itu, dari 101 dosa tersebut, pernahkah kamu membayangkan ada nggak alasan yang melatar belakangi kenapa buku kamu nggak pernah selesai sesuai target? Atau mungkin selesai, namun jumlah halamannya tidak sesuai dengan target awal?
Ternyata dosa-dosa penulis itu banyak banget jumlahnya. Selain dosa pada orang tua dan mertua *lol...kwkwkwk. Karena layak disebut dosa, maka kita yang merasa sebagai penulis sebaiknya bertobat segera. Jangan sampai impian jadi penulis nggak pernah tercapai hanya karena kamu durhaka...hihi.
Meski saya bicara tentang kesalahan fatal penulis terutama saat merampungkan buku, bukan berarti saya nggak punya dosa. Tapi, setidaknya saya pikir memang lebih sedikit saya ketimbang kamu, sih *auto dilempar martabak sama netizen...kwkwk.
Setiap orang yang menginginkan sesuatu pastilah akan melalui sebuah proses yang bagi sebagian ternyata berjalan tidak mudah. Dan proses itu sebenarnya secara tidak langsung sedang membenahi kesalahan dan kekurangan kita.
So, misal dalam prosesnya ada yang kurang sempurna, jangan menutup mata dan telinga dari kritik yang masuk. Karena itu akan membangun, memperbaiki kekurangan kamu, dan menyempurnakannya. Suatu saat kamu akan belajar dari kesalahan itu.
Nggak perlu sakit hati kalau ada yang mengingatkan, nggak perlu merasa paling benar jika ada yang ingin memberi masukan, karena kita bisa belajar dari siapa pun, bahkan dari orang yang mungkin bagi kamu tingkatnya lebih ‘rendah’.
Daripada berlama-lama dan bertele-tele, mari segera kita bahas ketujuh kesalahan penulis saat merampungkan naskah buku. Catat baik-baik, ya!
1. Rakus!
Ish, ini bukan soal makan banyak atau sejenisnya. Kata rakus memang paling cocok digunakan untuk melabeli penulis yang senang ambil banyak job tanpa memedulikan kemampuannya. Sekarang, bisa kamu lihat sendiri, banyak banget kesempatan menulis buku terbuka. Bahkan banyak penerbit mencari naskah sehingga para penulis dengan bebas memilih.
Yang saya lihat, ternyata di antara kita banyak sekali penulis yang tergiur mau menulis ini dan itu, namun tidak satu pun naskah dia rampungkan. Iya, terlalu rakus mengambil banyak peluang dan lupa akan kemampuannya untuk merampungkan naskah.
Please, profesionallah dalam menulis. Andai kamu merasa mampu, nggak ada salahnya diambil semua peluang yang ada. Hanya saja, jika merasa mustahil, mending ambil satu dan kerjakan dengan sebaik-baiknya.
Karena yang namanya rezeki tidak akan tertukar apalagi hilang dibawa angin. Jika memang milikmu, sudah pasti akan kembali lagi padamu. So, fokus saja dengan kewajibanmu. Kerjakan naskah sampai rampung dan jangan suka mengulur waktu. Begitu :)
2. Banyak Alasan
Ada nggak, sih, penulis yang suka beralasan? Ternyata banyak. Lebih buruknya, alasan itu dibuat bukan karena masalah darurat, melainkan karena dia malas. Bagaimana naskah bisa rampung tepat waktu jika sehari dua hari kamu malas menulis? Bagaimana kamu bisa menjadi penulis, jika karena alasan sepele saja kamu enggan melakukannya?
Tidak sedikit penulis yang akhirnya kesulitan merampungkan naskah karena banyak sekali beralasan. Nggak heran, satu naskah buku bisa sampai setahun belum kelar. Itu beneran ditulis apa hanya dilihat dari jauh? Hihi. Bukan hanya kamu, kok. Kadang saya pun melakukan hal yang sama. Tapi, saya sadar, jika ingin berhasil, mustahil saya memelihara kebiasaan buruk satu ini.
Percayalah, jika kita disiplin dengan target yang dibuat, yang happy nantinya adalah kita sendiri, bukan orang lain apalagi tetangga sebelah...kwkwk. Jadi, kitalah yang membentuk masa depan itu, kita juga yang harus mengusahakannya.
3. Tidak Disiplin dengan Jadwal yang Dibuat
Percayalah, mau sampai tahun kapan pun, kalau kamu nggak disiplin dengan jadwal menulismu, maka selamanya kamu tidak akan bisa merampungkan bukumu. Orang yang disiplin dengan jadwalnya pastilah akan lebih mudah menyelesaikan buku.
Meski sedang capek dan malas, kalau dipaksakan pastilah akan berhasil. Saya sendiri terbiasa membuat jadwal menulis buku dalam sebulan. Jadi, maksimal dalam sebulan, naskah harus rampung.
Kita bagi setiap bab atau jumlah halaman sesuai jumlah hari. Setiap hari kita target berapa halaman (sesuai kemampuan pastinya). Nah, target itulah yang harus diselesaikan setiap harinya. Jika sehari atau dua hari tidak menepati, maka kita harus membayarnya di hari yang lain.
Dengan cara seperti ini, kamu pasti bisa menyelesaikan bukumu tepat waktu. Nggak molor dari target, apalagi sampai gagal di tengah jalan.
4. Kurang Referensi
Pernah dengar, kan kalau ada penulis yang suka mati gaya ketika menulis naskah buku? Suka mentok di tengah-tengah? Akhirnya nggak bisa menyelesaikan bukunya. Banyak alasan yang membuat kamu akhirnya kena virus semacam ini. Salah satunya karena kurang banyak membaca referensi.
Ketika hendak menulis buku, bacalah sumber referensi sebanyak mungkin. Bahkan meski nggak sedang ingin menulis buku, sebaiknya memang rajin-rajin membaca karena ini bisa membantu kita menambah kosa kata dan pengetahuan di dalam kepala. Biar isi kepala nggak itu-itu saja. Supaya kamu jadi ‘kaya’ sehingga dengan mudah dapat merampungkan naskah kamu.
Minimal baca berapa buku supaya bisa merampungkan satu naskah? Tergantung kebutuhan. Tapi, saya percaya, mereka yang banyak membaca, tulisannya akan lebih baik.
5. Tidak Menghitung Target dengan Baik
Soal berhitung, saya menyerah memang. Saya paling nggak suka berhitung, matematika, dan sejenisnya. Tapi, untuk masalah satu ini, sepertinya saya harus memperkirakan dengan baik. Nggak asal buat target.
Kenapa ada penulis yang akhirnya nggak bisa menyelesaikan target? Karena dia kurang matang dalam menghitung targetnya. Dari setiap penerbit, pastilah ada target jumlah halaman yang diberikan kepada penulis. Dari sini kita harus memperhitungkan dengan baik supaya target terpenuhi.
Caranya? Mudah saja. Ini adalah cara yang diajarkan oleh salah seorang penulis senior kepada saya dulu. Jika mau lebih mudah, sebaiknya kita buat bab dan sub bab dalam jumlah lebih banyak. Jadi, setiap bab bisa ditulis dalam jumlah halaman yang lebih singkat. Dengan cara ini, buku juga jadi lebih ringan dibaca.
Setelah itu, perhitungkan berapa halaman pada setiap bab yang mesti dirampungkan. Kalau kamu punya 10 bab dan target 100 halaman, berarti setiap bab harus berisi minimal 10 halaman, kan? Nah, dengan begini, kamu nggak bakalan kekurangan halaman saat deadline sudah tiba. Karena setiap harinya diperhitungkan dengan baik mau menulis berapa halaman.
Jika tidak? Bisa saja kamu salah menghitung dan akhirnya targetmu kurang dari yang semestinya.
6. Menunggu Disuapi
Nggak sekali dua kali ada penulis yang minta diajarkan bagaimana cara menulis buku, membuat outline dan sejenisnya. Bahkan banyak yang minta dibuatkan blog, namun setelah itu dianggurin, Gaes...*auto nangis bombay karena bikinnya nggak mudah.
Kemudian saya mempelajari orang-orang seperti mereka, yang ketika diperhatikan baik-baik, ternyata nggak pernah berani bergerak sendiri, mencari sendiri, belajar sendiri dan mandiri, melainkan selalu butuh disuapi.
Mereka menunggu orang lain memotivasi, mereka menunggu kita bedah satu per satu badan outline, barulah mereka mau baca. Ya, meskipun secara gamblang sudah dikasih contoh, tinggal klik link, dan sebagainya, ternyata masih ada yang belum mau mempelajari sendiri.
Kadang kalau dipikir, informasi di masa kini derasnya bukan main, semua orang bisa belajar dengan mudah, bahkan tanpa masuk kelas berbayar pun. Namun, keseriusan mereka diuji di sini. Kalau zaman dulu, saya harus bekerja keras untuk mencari tempat bertanya, nyari referensi, dan banyak hal. Namun, keinginan kuat mengalahkan keterbatasan itu.
Mungkin itulah ujiannya di zaman modern seperti sekarang di mana segala sesuatu sebenarnya bisa kita dapatkan dengan mudah, namun justru kitanya yang nggak mau berusaha.
7. Kurang Niat
Jika ditanya, banyak sekali penulis yang bermimpi menulis buku terutama buku solo. Tapi, sedikit sekali yang mau meluangkan waktu untuk melakukannya. Bisa dibilang, kurang banget niat kamu itu.
Karena kalau memang benar-benar ingin, seharusnya kita luangkan waktu untuk melakukannya setiap hari. Meski itu hanya satu halaman atau lebih. Kalau sejak awal kita sudah kurang niat, ujung-ujungnya bakalan bikin berat langkah ke depan. Apa-apa jadi malas, padahal mulai saja belum, kan? Kwkwkwk.
Bukan berarti karena telah mahir, saya sering menuliskan hal semacam ini. Namun, saya lihat, kebanyakan dari kita bukan tidak mengerti caranya menulis buku, melainkan kurang termotivasi untuk melakukannya. Ilmu menulis sudah ditelan dan kunyah sejak lama, namun praktiknya sangat sulit.
Saya lihat bukan karena kamu nggak mampu, bukan juga kamu nggak tahu caranya, melainkan kamu kurang bersemangat melakukannya. Mungkin karena semua serba mudah, seperti nggak ada tantangan berarti untuk dijalani.
So, bukan senior saya menasihati, namun saya belajar sambil mengamati, baik apa yang saya rasakan serta apa yang orang-orang alami. Saya mengasuh beberapa grup kepenulisan, jadi, sedikit banyak sering menemui calon penulis yang semacam ini. Kadang saya juga yang melakukannya...kwkwk.
Yuk, ah selesaikan masalah dalam diri kamu sebelum memutuskan menulis buku. Karena percuma saja orang memotivasi jika kamunya sendiri masih bermasalah atau belum mampu mengatasi problem dalam dirimu. Tetap semangat,ya, Kamu!
Salam hangat,
Pict: Pexels.com/Ylanite Koppens
Tujuh kesalahan itu ada pada diri saya, salah satunya kuran referensi, sehingga ada kalimat yang berulang-ulang ditulis, Pokonya kalimatnya itu itu saja.
ReplyDeleteKalau ada yang menyuruh membuatkan blog, pastinya saya melihat orangnya dulu, kira-kira hoby membaca dan menulis kagak. daripa nanti blognya terlantar dan menjadi sampah google
Bagus Mbak terimakasih Pencerahanya, jadi sedikit ngerti nulis Buku, sebenarnya pingin sih bisa nulis buku, tapi baru membayangkan saja berat hehe, soalnya klo nulis suka mentok kehabisan ide, mungkin karena kurang baca kali ya, tak cobak e mulai menyukai membaca :)
ReplyDeleteSukses selalu ya mbak nulisnya semoga menjadi penulis terkenal, biar ane yg masih awam bisa ikut nebeng belajar.
Iya, betul, Mas. Kadang krang referensi bikin macet mau nulis, nggak bisa menjabarkan dengan baik dan detail :)
ReplyDeleteAamiin...terima kasih doanya. Sukses juga semoga ngeblognya tambah lancar yaa dan produktif... :)
ReplyDelete