Tapi, memang seperti itulah kenyataan yang sebenarnya. Jika bicara tentang impian, pendar di mata kita tak ada redupnya. Namun, saat bicara tentang proses yang harus dilalui, tidak semua antusias membahas. Karena memang jalannya tak selalu mudah dilalui. Kadang harus berdarah-darah dulu, harus terkilir dulu, harus nangis bombay dulu, harus berkorban banyak hal, termasuk perasaan *eaa.
Melihat orang-orang yang sekarang sukses, di baliknya pastilah ada cerita menyayat hati. Bagi penulis sekelas Tere Liye, naskahnya pernah juga ditolak. Pasti kita sebal berkata, Penerbit mana yang berani menolak naskah Bang Tere Liye?
Namun, mau dielak bagaimanapun, itulah kenyataannya. Karena itu, ketika bicara tentang impian, semua tak akan lepas dari kesabaran kita dalam berproses. Semua lahir dari hal kecil yang sering orang lain remehkan. Semua lahir dari sesuatu yang tidak berharga, kemudian berubah menjadi permata.
Di Balik Komentar, “Mbak, lahiran buku terus?”
Yups! Tergelitik dengan komentar semacam itu. Dulu, saya juga pasti akan mengatakan hal serupa, kenapa ada penulis yang kelihatannya cepat sekali melahirkan buku. Kok, bisa lahiran buku terus?
Setelah ada di titik sekarang, saya hanya bisa tersenyum dan membalas penuh canda jika dikomentari dengan kalimat serupa. Kok, bisa? Karena untuk melahirkan sebuah buku, butuh proses panjang yang tidak mudah, apalagi bagi penulis sekelas saya yang belum apa-apa.
Untuk melahirkan, kita harus mengalami mual muntah di semester pertama. Kadang sampai ada yang dirawat juga, kan? Haha. Menunggu sampai sembilan bulan supaya bisa bertemu buah hati juga bukan waktu singkat. Tak berbeda dengan kami yang berprofesi sebagai seorang penulis. Butuh waktu panjang untuk melihat karya kami terbit dan dipajang di toko buku.
Mari Saya Ceritakan, Begini Prosesnya
Saat ingin mengajukan naskah, kita harus menyelesaikan naskah lengkap. Ini hal wajib jika ingin naskah diperhatikan oleh para editor dan tidak mudah dikembalikan. Sekadar kirim rancangan pun bisa saja, namun siapa kita yang masih pemula? Jangan-jangan hanya terselip di antara ribuan email para penulis senior yang jauh lebih layak. Karena itu, merampungkan naskah sebelum dikirimkan itu perlu sekali.
Setiap penulis punya kemampuan berbeda dalam menyelesaikan naskah bukunya. Hal yang paling lama adalah riset. Kita butuh membaca referensi, nggak boleh asal nulis apalagi copas dari tulisan orang lain. Tere Liye juga katakan hal serupa, waktu riset lebih panjang daripada saat menulis.
Minimal bisa menyelesaikan satu buku dalam sebulan adalah hal luar biasa (tentu bukan buku anak, ya). Kemudian, proses berikutnya mengirimkan naskah lengkap kepada penerbit. Menunggu adalah hal paling membosankan, itu kata mereka yang sedang menunggu pasangan. Satu jam menjemukan, apalagi hingga berbulan-bulan. Tapi, bagi kami para penulis, menunggu adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Maksimal empat bulan tidak ada jawaban, artinya naskah kita ditolak.
Kadang dijawab, kadang diabaikan. Nasib kita se-ngenes itu, lho...haha. Makannya, daripada jomlo, penulis jauh lebih sabar kayaknya dalam menanti jodoh bagi karya-karyanya...kwkwk.
Ketika naskah ditolak oleh satu penerbit, bagi kami yang masih mau berjuang itu bukan masalah. Tinggal perbaiki dan kirim ke penerbit lain. Dan nggak perlu ada rasa sakit hati. Bukan jodoh, kenapa mesti dipaksakan? Begitu kata para jomlo.
Sedikit bercerita, beberapa bulan silam, saya sempat merampungkan sebuah naskah dan dikirimkan ke penerbit. Naskah itu akhirnya ditolak. Kemudian saya perbaiki dan dikirim ke penerbit lainnya. Sampai empat bulan lebih tak ada jawaban. Saya yakin, naskah ini ditolak kembali. Tapi, saya masih membiarkan karena sedang sibuk dengan naskah lainnya.
Tak lama, seorang editor yang menolak naskah ini menghubungi saya. Beliau memutuskan melempar naskah itu pada editor lain di penerbit berbeda. Saya sempat kaget karena naskah itu sebenarnya sudah ada jawaban penolakan sebelumnya, namun pada akhirnya justru ditawarkan pada editor lain.
Nggak banyak berharap, akhirnya saya biarkan saja. Beberapa minggu kemudian, editor baru yang menerima naskah saya memberikan jawaban. Masya Allah, naskah saya diterima setelah mengalami dua kali penolakan.
Dan tahukah kamu kenapa editor pertama melempar naskah saya ke editor lainnya? Ternyata beliau lupa kalau email ini telah dibalas sebelumnya. Jadi, semacam ketidaksengajaan. Tapi, buat saya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Allah izinkan memberikan ending yang indah di akhir tahun 2019.
Tak disangka, ternyata editor yang baru saja menerima naskah saya adalah editor yang memegang naskah buku saya sebelumnya, karena saya mengirimkan naskah (yang dulu) lewat agensi, jadi saya belum mengenal beliau sampai akhirnya beliau bilang kalau beliaulah yang pegang naskah saya yang lain.
Saya pikir ada hal-hal ajaib terjadi di sini. Suka terharu dan ngerasa malu sama Allah karena Dia begitu baiknya membantu saya, sedangkan saya masih banyak lalainya.
Kembali lagi dengan proses menerbitkan buku. Setelah ada kabar naskah di-ACC, kita butuh waktu beberapa bulan untuk proses editing, layout, dan akhirnya siap diterbitkan. Beberapa buku saya butuh waktu beragam untuk akhirnya bisa terbit.
Ada yang butuh waktu sampai enam bulan, 3 bulan, bahkan ada yang hampir dua tahun belum juga muncul hilalnya...kwkwk. Jadi, ketika disebut lahiran terus, masya Allah, kita aminkan saja sambil mengingat prosesnya yang luar biasa panjang.
Kalah Dulu Baru Menang Kemudian
Saat baru memutuskan serius menulis, saya diperkenalkan dengan penerbit yang sering banget ngadain lomba menulis. Salah satunya adalah penerbit DIVAPress yang sekarang bernama Laksana.
Penerbit satu ini seru banget pokoknya. Saya sering ikut lomba-lomba menulis yang diadakan, tapi satu pun nggak ada yang nyangkut...kwkwk. Iya, satu pun nggak ada yang lolos seleksi. Tapi, tetap saja nggak tahu malu, ikut lagi dan lagi.
Dua tahun terakhir, saya bisa menembus tembok kemustahilan itu. Ini buku ke-46 yang saya tulis, buku antologi ke 34 yang baru terbit, dan termasuk buku ke-4 yang lolos dalam seleksi bersama penerbit DIVAPress. Masya Allah, sudah empat buku antologi bersama penerbit ini majang di toko buku.
Kalau dulu suka gemas kenapa nggak pernah lolos, sekarang saya sadar, dulu memang belum layak. Allah mau saya usaha dulu, Allah mau saya lebih sabar lagi. Aih, indah sekali jika mengingat semua proses panjang itu :)
Buku Terakhir yang Terbit di Akhir 2019
Insya Allah, selain antologi bersama penerbit DIVAPress yang saya sebutkan di atas, buku solo ini pula merupakan buku terakhir yang terbit di akhir tahun 2019. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Quanta, lini buku-buku islami dari penerbit Elex Media.
Buku ini adalah buku solo ke-2 yang diterbitkan oleh penerbit Quanta setelah sebelumnya di awal tahun 2019 ada buku Agar Suami Tak Mendua terbit di penerbit yang sama. Proses menerbitkan buku ini lumayan singkat ketimbang buku-buku yang lain. Tapi, tak bisa juga disebut seminggu dua minggu bisa terbit, ya :D
Buku ini merupakan buku motivasi bagi muslimah yang ingin berprestasi, menggapai impian, bukan hanya bagi dunia, melainkan bagi akhiranya juga. Alhamdulillah, tak henti-henti hati bersyukur.
Sudah memasuki akhir bulan November 2019. Ini tahun ketiga saya memulai segalanya dari nol. Dan dalam tiga tahun terakhir, sungguh banyak sekali pencapaian yang tidak dibayangkan sebelumnya, baik saat menulis buku, ngeblog, atau menulis artikel.
Di tahun 2020 mendatang, saya harap bisa ada lebih banyak naskah buku yang diselesaikan, karena memang fokus saya menulis buku. Sedangkan untuk ngeblog, saya harap bisa tetap konsisten mengisi, sesekali ikut lomba dan menang itu bonus yang menyenangkan :D
Ada target-target yang harus diselesaikan dengan disiplin, ada impian yang belum terwujud. Bicara tentang impian, apakah kamu sudah siap menebusnya dengan proses? Jangan hanya mau bermimpi, sesekali wujudkan itu supaya hidupmu lebih berwarna. Mau apa pun impianmu, jangan mau ditertawakan dan diremehkan oleh orang lain hanya karena kita tidak bersungguh-sungguh meraihnya.
Salam hangat,
Ya Allah kerennya mbak. Aku baru serius nulis setahun ini. Baru punya 1 buku antologi. Semoga tahun depan saya bisa melahirkan satu buku saya sendiri ya, aminnn, mengikuti jejak mbak Muya 😇😇
ReplyDeleteMasyaAllah mbaaaak, mengisnpirasi sekaliii. Emang untuk menuntaskan mimpi tidak bsa hanya ongkang" kaki lalu bim salabim semuanya terwujud. Butuh sabar dan tentunya kerja keras yg menyertaai. Terus menginspirasi mbaakk, pas pulang ke indo nanti pengen cari buku mbaak ah, insya Allah 😁😁😁
ReplyDeleteAh, prosesnya ternyata panjang sekli ya mbak. Dan tidak semua orang bisa melalui. Termasuk saya nih banyak alasan. Hahaha
ReplyDeleteSukses buat mbak muyas yaa
Panutankuuu banget mbak Muyass ini, selamat ya bukunya lahir lagi.. semoga cepet nular ke aku, hihi
ReplyDeleteWahhh pengen banget punya buku sendiri dan terbit di toko buku dan bisa dibaca banyak orang huhuw
ReplyDeletemakasih sharingnya
ReplyDelete