Setelah membuat postingan tentang GWRF 2019 kemarin, seseorang bertanya bagaimana ia bisa menulis buku, sedangkan dia belum pede, belum pernah melakukannya, bahkan membayangkan menulis ratusan lembar rasanya nggak ada dalam kepala. Ya, kadang kita sebagai manusia lebih sering pesimis dan ragu dengan kemampuan sendiri sebelum usaha. Dan tahukah kamu, pikiran seperti itu akan membawa kenyataan yang tak jauh berbeda. Karena kamu tidak berani memikirkan yang lebih besar dari apa yang kamu bisa saat ini, maka kamu pun tidak akan pernah mendapatkan apa yang sempat kamu inginkan. Mimpi sekadar mimpi. Mau maju ragu, mau usaha takut, nggak yakin, nggak pede. Dan banyak banget alasan orang gagal ada di kamu. Iya, di kamu! *emak tiri galak banget…hihi.
Zaman sekarang, apa sih yang nggak bisa kamu dapatkan? Kalaupun kita nggak bisa beli buku referensi untuk menulis buku, setidaknya kita bisa pinjam di perpus digital, daripada quota internet kamu habis untuk nonton Youtube, mending dipakai buat baca-baca buku di perpus digital seperti iJakarta atau iPusnas. Bukunya lengkap, bisa dipinjam kapan aja, bisa dibaca kapan pun asal kamu nggak capek aja pegang gadget lama-lama. Meskipun pinjam di perpus digital mudah, tetapi tetap buku yang benar-benar berbentuk buku lebih menarik buat saya pribadi.
Setelah kamu menjadi blogger, sudah pasti setiap hari telah rajin berlatih menulis. Iya, kan? Ngisi blog hampir setiap hari merupakan latihan biar kamu bisa menulis lebih luwes. Baca-baca buku setiap hari bahkan sering nongki di Gramedia (meskipun nggak pernah beli..hihi), tapi itu bisa menambah wawasan kamu yang nantinya sangat dibutuhkan ketika menulis buku.
Menurut pendapat saya, seorang blogger justru bisa lebih mudah menulis buku karena dia sudah memiliki kemampuan untuk menulis, mencari tema-tema menarik, dan mengumpulkan data. Tinggal usaha sedikit lagi untuk punya buku. Waktu ikut seminar menulis bersama Asma Nadia dulu, kami dibantu memotivasi diri supaya minimal punya satu buku seumur hidup. Waktu itu saya belum punya buku kecuali buku-buku antologi. Waktu itu saya nggak tahu bagaimana mewujudkan impian itu, tetapi saya begitu yakin akan berhasil. Jadi, mimpi dulu, karena setiap orang yang sukses saat ini, setiap mereka yang sudah hebat berawal dari yang kecil. Mereka sempat jatuh bangun juga, mereka pernah ditolak penerbit juga bahkan sampai berkali-kali. Apa yang membedakan dengan orang-orang yang gagal atau malah belum pernah mencoba? Tentu terletak pada impian dan usahanya. Orang yang berani bermimpi akan terus berusaha mewujudkan impiannya. Dia punya alasan yang dapat memotivasi dirinya. Dia tidak pernah memikirkan kegagalan karena yang ada di kepalanya hanya berhasil mewujudkan impian. Sesederhana itu.
Saya pun jadi ingat waktu pertama kali bermimpi menjadi seorang penulis, berawal dari kamar sempit dengan langit-langit berdebu, itu ada di pesantren di mana saya menimba ilmu waktu SMA. Komputer jadul pun tak ada yang bisa dipakai. Buku-buku sangat terbatas untuk dibaca sehingga saya sering meminjam dan segera mencatat poin-poin penting di dalamnya supaya nanti ketika saya butuh, saya tidak bingung mencari atau meminjamnya lagi.
Saya tidak sempat berpikir bagaimana saya bisa gagal. Saya juga tidak berpikir bagaimana saya bisa berhasil yang kemudian justru membuat saya minder karena nggak ada cara yang paling baik selain usaha tanpa memikirkan itu. Akhirnya saya hanya menjalani hari-hari saya dengan menulis dan membaca buku-buku yang ada di sana. Buku-buku kumpulan cerpen yang saya tulis tangan menumpuk. Teman-teman sekamar antre untuk membaca. Dan saat itu, meskipun belum tahu harus apa ke depannya, saya sudah happy dan terus usaha, Masya Allah.
Setahun kemudian, ada tawaran membuat antologi dari orang yang tidak disangka-sangka dan tidak dikenal. Masya Allah, itulah jawaban atas usaha saya selama ini. Sekarang, teman-teman tidak perlu seberat saya dulu untuk membuat buku. Penerbit indie ada di mana-mana. Penerbit mayor melonggarkan aturannya, pemilihan naskah nggak seketat zaman dulu kok. Asal naskah kamu rapi, tema menarik, sesuai dengan yang diinginkan penerbit, insya Allah bisa diterbitkan.
Tapi, saya mulainya dari mana dulu, nih? Nggak pede dan nggak tahu harus bagaimana?
Mulailah Mencari Tema yang Tepat
Kita nggak harus ikutin trend pasar. Tapi, jika mau lebih mudah, memang sebaiknya cari tema-tema menarik yang sekarang sedang banyak diminati oleh para pembaca. Sesuaikan juga target usia pembaca kamu supaya kamu lebih mudah mencari tema yang tepat. Usahakan tema itu benar-benar kamu kuasai. Andai kamu sama sekali tidak mengusai, coba cari banyak buku referensi supaya ketika menulis nanti, kamu tidak kehabisan ide dan nggak mati gaya.
Buat Outline dan Sinopsis Serta Daftar Isi
Kalau kamu sudah tahu mau menulis apa, mulailah membuat outline-nya, ya. Mulailah secara berurutan jangan lompat-lompat.
Tulis juga daftar isi atau bab-bab dan sub bab yang akan kamu kerjakan. Coba bikin buku yang ringan-ringan saja. Jangan ambil tema berat, supaya kamu lebih mudah mengekskusinya. Bab dan sub bab cukup kamu buat maksimal 3-5 halaman saja ukuran A4. Buat saya, cara ini sangat tepat dipakai oleh penulis pemula, bahkan yang sudah biasa menulis pun memakai cara ini. Jangan kejar per bab dengan banyak halaman karena nantinya bisa bikin mati gaya, mending bikin bab dan sub bab yang banyak supaya ide lebih mengalir.
Disiplin dan Buat Target
Kamu sudah terbiasa menulis di blog dengan jadwal yang rutin. Saat menulis buku pun sama, kamu harus membuat target juga dan disiplinlah dengan aturan yang telah kamu buat sendiri. Kalau kamu membuat target sehari satu sampai dua bab, ya penuhi itu. Andai kamu sehari kurang dari target kamu, ya bayar dong kekurangannya di hari berikutnya. Begitu cara saya menyelesaikan naskah buku.
Saat Jenuh dan Mati Gaya
Ada saatnya kita merasa jenuh dan mati gaya. Duduk di depan laptop sejam juga nggak menghasilkam apa pun. Jangan dipaksa, mending kamu rehat dulu dan mencari cara untuk menyegarkan pikiran kamu. Bisa dengan membaca buku atau tidur juga boleh, kok. Setiap orang punya cara sendiri untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau saya pribadi mending istirahat atau membaca. Setelah itu, kita lebih siap melanjutkan kembali.
Kira-kira itulah beberapa tips yang bisa saya berikan. Setelah naskahmu selesai, terserah kamu mau mengajukannya ke penerbit mayor atau indie. Intinya kamu harus menyelesaikan buku. Itu target pertama yang harus kamu selesaikan. Misalnya nanti kamu akhirnya berjodoh dengan penerbit mayor, masya Allah, bahagia banget pastinya.
Terus naikkan target menulismu. Dari yang awalnya selesai naskah satu buku selama dua bulan, kemudian target terbit mayor, kemudian menulis beberapa buku dalam setahun, kemudian apa lagi? Menulis buku-buku best seller! Kamu harus punya target dan impian untuk mewujudkan semuanya. Tanpa itu, hidupmu akan hambar. Selamat berjuang, ya :)
Salam,
Menarik bgt isinya. Pas buat referensi ku nulis buku
ReplyDeleteTulisan yang sangat bagus, saya jadi semangat lagi untuk menulis. Terima kasih banyak :)
ReplyDeleteMenulis di blog saja masih belepotan kalau saya ini
ReplyDeleteSaya nih, sampai sekarang bingung mau mulai dari mana, padahal udah bikin naskahnya sampai tamat. Tapi rasanya emang minder gitu...
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih...
ReplyDeleteMasya Allah, terima kasih :)
ReplyDeleteSemua memang berproses, Mas. Tetap semangat :)
ReplyDeleteLha kalau sudah tamat dikirimkan saja ke penerbit, Mbak... keren dong masya Allah :)
ReplyDeleteWah, tipsnya sederhana tapi mengena. Selain harus dibuat ulang, barangkali blogger bisa juga membuat antologi dari tulisan-tulisannya yang sudah pernah tayang kali ya, Mbak
ReplyDeletembak panutankuuu, duh ya semoga bisa terealisasikan punya buku :)
ReplyDelete