Sebulan terakhir ini saya memang lebih banyak disibukkan dengan sakitnya si bungsu. Common cold sampai Otitis media atau radang telinganya kambuh. Ini mungkin sedikit mengejutkan, karena kejadian radang telinga sudah berlalu beberapa tahun yang lalu. Nggak pernah kambuh-kambuh lagi, lho. Tapi, kemarin saat dia kena batuk pilek, tiba-tiba pendengarannya berkurang dan akhirnya beneran telinganya sakit.
Ketika saya bawa ke THT, dikatakan memang radang telinganya kambuh dan bikin dia jadi susah mendengar. Sempat bikin mellow karena kita ngobrol jadi nggak nyambung. Dia yang biasanya ceria jadi cuma diem aja karena nggak mendengar orang lain bicara.
Dokter THT memang agak horor ya bilangnya, di ruangan terutama kamar tidur nggak boleh ada barang apa pun kecuali kasur sama bantar yang buat bobok, nggak boleh ada debu, dinding kalau perlu dipel juga. Ya Allah, berat banget, Zubaedah….kwkwk. Ini sebenarnya pesan dari beberapa tahun yang lalu karena dia sering kena radang telinga. Masalahnya, apakah benar alergi debu itu berhubungan dengan radang telinganya? Dan apakah setiap batuk pilek lama akan menyebabkan radang telinga? Oke, nanti kita bahas bagian yang ini.
Dokter THT juga sempat meminta si bungsu disinar selama 5x sejak telinganya terasa tidak sakit lagi. Andai kemungkinan terburuknya pendengarannya masih tidak kembali, harus dipasang alat. Deg! Saya kok jadi takut dan merasa terlalu horor. Apakah kondisi si bungsu seburuk itu?
Biasanya saya mengecek obat-obat dulu sebelum menebusnya. Meskipun pakai asuransi dari kantor Mas dan sudah pasti semua ditanggung, tapi kadang saya skip beberapa obat yang memang tidak perlu. Kebetulan saat ke sana kemarin saya hanya berdua. Si bungsu malah sudah rewel ngajakin pulang karena antre lama banget. Dari pagi jam 9an baru selesai jam 2an. Kebayang kan dia pegel minta ampun. Akhirnya semua obatnya ditebus saja sambil mendengarkan arah apoteker soal obat-obat yang kami terima.
Sampai di rumah saya cek semua obat-obat sebelum diminumkan ke si bungsu. Sempat kaget karena ada beberapa obat yang nggak nyambung sama sekali dengan sakitnya di bungsu itu. Nggak hanya itu, bahkan ada dosis yang tidak disesuaikan dengan berat badannya. Untuk kasus ini, dokter pastilah lebih mengerti daripada saya. Saya bukan dokter, saya bahkan tidak pernah makan bangku kuliah* karena itu alot, Guys…kwkwk. Tapi, selama menjadi seorang ibu, saya banyak belajar di milis sehat, bukan asal baca dari sumber yang tidak jelas, melainkan belajar betul-betul dari para dokter yang mengasuh milis sehat. Jadi, saya mungkin sangat hati-hati dengan pemberian obat pada anak-anak. Kalau memang tidak sesuai fungsinya, mending saya skip saja.
Karena benar-benar nggak yakin sama beberapa obat terutama antibiotik yang jelas nggak perlu, akhirnya saya hanya memberikan beberapa obat yang memang benar diperuntukkan bagi kondisi si bungsu sekarang. Masa iya sih saya kasih obat antijamur yang biasa diresepkan bagi pasien yang mau operasi usus gitu? Hiks. Kenapa sih harus bikin dilema gitu ya? Kita mau anak sembuh, tapi dengan cara seperti ini mustahil saya buat anak saya percobaan atas kepanikan saya sebagai orang tua.
Inilah kenapa saya selalu bersyukur karena sempat banyak belajar di milis sehat. Banyak kondisi-kondisi yang kata dokter lain ‘horor’ ternyata tidak selalu seburuk itu. Kenapa sih dokter itu kebanyakan nakut-nakutin, bukan mengedukasi konsumen kesehatan sebagaimana yang diperlukan?
Buat saya, datang ke dokter itu nggak melulu karena kita butuh obat atau minta obat. Kadang kita juga butuh sekadar konsultasi untuk menegakkan diagnosis sebuah penyakit seperti yang pernah saya lakukan ketika zaman si bungsu belum ketahuan radang telinga dulu. Saya datangi beberapa dokter spesialis anak mulai dari yang di Menteng, hingga akhirnya saya bertemu dengan salah satu dokter di milis sehat, dr. Apin di Rumah Sakit Pasar Rebo. Sampai di sana kita nggak cerita yang horor-horor gitu. Malah sekadar memastikan bahwa anak saya baik-baik saja. Nggak ada cek darah seperti yang dilakukan oleh dokter-dokter sebelumnya. Nggak ada juga drama nakut-nakutin pasien. Malah beliau banyak ketawanya dan banyak bercandanya, merasa saya datang hanya demi meyakinkan suami bahwa anak saya memang tidak perlu rawat inap seperti yang dikatakan dokter sebelumnya.
“Kayaknya Ibu ke sini hanya demi meyakinkan suami.”
Kwkwk. Kenapa dokter Apin bisa menebak? Kan jadi malu suami saya…hihi. Dan kita pun pulang dengan sebotol zat besi saja karena bungsu memang ADB saat itu. Nggak ada obat banyak untuk demamnya yang berhari-hari apalagi antibiotik. Diagnosisnya saat itu masih sama seperti yang saya pikirkan, common cold. Besoknya barulah ketahuan kalau dia radang telinga setelah keluar cairan dari telinganya. Jadi, diagnosis dokter-dokter sebelumnya nggak ada yang benar sama sekali. Antibiotik sebanyak itu nggak ada yang sesuai dengan sakitnya. Sedih banget, dulu sempat saya minumkan karena nggak tahu harus ngapain lagi. Dasar naluri saya nggak sreg, setiap minum berharap besoknya dia tidak demam, tetap saja begitu. Obat-obat sebanyak itu ternyata memang benar diberikan hanya demi menenangkan emaknya yang panik…hiks.
Berjemur dan Konsumsi Makanan Sehat
Selama semingguan saya ajak si bungsu berjemur di teras rumah. 10 menit sampai 30 menit, alhamdulillah dia masih bertahan. Sambil bawa mainan dan selalu pakai masker. Itu pesan dokter THT yang saya dengar mengingat kondisi udara di Ibu Kota sangat buruk dan anak begini katanya rentan.
Soal makanan, saya tetap memberikannya jus buah dan sayur hampir setiap hari. Dia juga lebih sering dibuatkan sup supaya menghangatkan tubuhnya. Semua usaha sudah saya lakukan. Fokus sama perawatan dia itu penting, makannya jangan heran memang jadi jarang update postingan baru di blog karena sibuk menemani si bungsu yang kondisinya belum pulih.
Terapi Uap
Nggak pernah punya niatan beli alat nebu karena setahu saya, obat-obat yang dipakai untuk nebu di rumah sakit memakai obat asma. Padahal, hampir semua anak yang dinebu tidak asma, hanya common cold saja.
Tapi, karena ada teman menyarankan untuk nebu sendiri di rumah dengan NaCl, akhirnya saya membeli alatnya. Ternyata nebu bisa pakai NaCl, lho. Saya baru tahu...hihi. Saya pakai merk Omron ukuran kecil yang bisa dibawa ke mana-mana. Kayaknya ini sangat membantu dan berguna banget mengingat yang butuh bukan hanya anak-anak, Mas yang punya alergi debu dan dingin juga butuh.
Hampir setiap hari nebu dan memang lumayan membantu. Sayangnya, setelah agak baikan, si bungsu demam tinggi selama beberapa hari. Sekitar hampir semingguan suhunya naik turun. Yup! Benar, dia kena common cold lagi dan radang telinganya kambuh juga.
Benarkah Radang Telinga Disebabkan Batuk Pilek yang Tidak Kunjung Sembuh?
Setiap batuk pilek, harus segera diobati. Alasannya karena bisa menyebabkan radang telinga. Itu yang saya pahami dari dokter THT-nya dulu. Tapi, kemarin saya sempat berobat ke dokter lain di tempat lain, akhirnya dapat pencerahan.
Tidak setiap batuk pilek yang berlangsung lama menjadi penyebab adanya radang telinga. Si bungsu sudah pasti lebih rentan karena punya riwayat otitis media sejak kecil. Tapi, tidak setiap dia batuk pilek dan nggak cepat diobati akan menyebabkan radang telinga. Lagian saya juga bingung, batuk pilek kan sebabnya virus, diobatinya pakai apa, ya?
Alergi juga tidak langsung berhubungan dengan radang telinganya. Mungkin bisa memicu dia jadi gampang atau lama kena common cold, tapi, nggak perlu sehoror itu juga memikirkannya. Pendengaran si bungsu insya Allah bisa kembali pulih karena usianya yang masih kecil. Gendang telinga sebelah kirinya berlubang, belum menutup sempurna sejak dulu dia kena radang telinga. Sedangkan satunya sudah menutup, dan ini menyebabkan nyeri luar biasa karena adanya cairan yang mendesak atau mendorong gendang telinga tersebut. Sudah pasti ini sangat sakit, kata dokternya. Tapi, anak saya tidak banyak mengeluh, jadi saya kadang salah mengartikan kondisi dia seperti apa.
Obat Flu Tetap Harus Diberikan Karena Itu Bisa Membantu Membuka Sumbatan dalam Telinganya
Ini salah satu yang baru saya tahu dari dokter terakhir yang kami kunjungi. Jika sebelumnya saya agak malas-malasan ngasih obat flu seperti Rhinos, sekarang akhirnya saya kasih rutin seperti anjuran dokter mengingat ini dapat membantu memulihkan radang telinganya.
Radang Telinga Apa Selalu Butuh Antibiotik?
Pemahaman saya soal ini sebenarnya masih sama dengan yang dulu-dulu. Tidak setiap radang telinga butuh antibiotik, tetapi semua dokter yang saya datangi selalu memberikan antibiotik. Penggunaan antibitoik di Indonesia memang super-super bebas banget. Bahkan yang nggak butuh pun dikasih. Nah, ini kadang membuat kita sebagai konsumen kesehatan jadi salah mengerti. Apa iya memang butuh?
Penyebab awal dari radang telinga di bungsu adalah virus. Sehingga seharusnya radang telinganya juga tidak ada hubungannya sama sekali dengan bakteri. Sampai sekarang saya belum memberikannya antibiotik. Demam si bungsu sudah turun. Kondisinya membaik. Sejauh ini dia minum obat flu dan obat untuk radang telinganya saja. Obat penurun panas tetap diberikan terutama ketika dia merasakan nyeri di telinganya.
Bagi saya ini tidak mudah. Selama semingguan dia demam, hati ketar ketir juga, menunggu kapan dia sembuh. Tapi, sembarangan ngobatin juga tidak menyelesaikan masalah. Saat anak sakit seperti inilah, mental kita diuji. Bagi saya, mencari dokter yang RUM di dekat sini sangat sulit. Akhirnya sekadar nyoba-nyoba beberapa dokter hingga dapat yang lumayan banget. Meski nggak sepenuhnya RUM, setidaknya dokter terakhir bisa menjelaskan dengan lebih masuk akal dan meladeni pertanyaan saya dengan sabar. Maklum emak-emak cerewet…hihi.
Semoga ke depannya si bungsu baik-baik saja, kondisinya bisa pulih sesuai dengan harapan. Aamiin. Terima kasih sudah membaca cerita kami dan semoga kita selalu sehat.
Salam hangat,
Belum pernah mengalami radang telinga dan semoga tidak pernah, tapi postingannya jadi pengetahuan seumpama anak saya radang telinga..
ReplyDeletekadang datang ke dokter tu bukannya bikin tenang malah tambah panik dan cemas ya karena suka ada yg nakut2in..
ReplyDeletesemoga si bungsu selalu sehat, aamiin.
-Traveler Paruh Waktu