Mah, curhat dong! Hari ini pengen banget curhat, tetapi nggak terbiasa curhat di sosial media. Jadi, curhatnya di blog saja biar lebih kelihatan kalau saya itu blogger…kwkwk *blogger KW :D
Kemarin saya sempat di-mention oleh seorang blogger senior yang keren banget, yang ternyata juga adalah tetangga saya, lho. Iya, mbak Damar Aisyah yang super kece. Ternyata saya dan beliau sama-sama masuk final dalam kompetisi menulis tema Hikayat Kotaku dalam Jakarta Writingthon Festival yang diadakan oleh Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Administrasi Jakarta Timur bekerja sama juga dengan iJakarta.
Awalnya sempat ragu mau ikutan karena syaratnya maksimal berusia 23 tahun. Tapi, ternyata selain diperpanjang deadline-nya, ada revisi juga untuk usia peserta. Maksimal yang bisa ikutan berusia 35 tahun. Alhamdulillah, masih masuk. Lomba sekarang sensi semua, sukanya sama yang muda-muda gitu, yang emak-emak jadi minder dan mundur teratur…haha.
Dan akhirnya saya pun mengirimkan naskah saya berdekatan dengan deadline yang telah ditentukan. Sejak awal agak minder dan nggak yakin bisa masuk final. Saya juga kurang tahu tanggal pengumumannya sehingga benar-benar nggak nyangka ketika nama saya disebut juga di sana.
Masya Allah. Senang sekali bisa terpilih dan berkesempatan mengikuti kelas menulis bersama mentor-mentor terpilih selama dua hari. Tapi, ketika melihat tanggalnya, hati saya langsung retak, hancur berkeping…lebay, ya? Hehe. Tanggal 27-28 April Insya Allah bertepatan saya harus ke Bandung karena ada acara yang sudah sejak lama diagendakan bersama keluarga. Maunya saya batal ke Bandung dan membiarkan anak-anak saja yang pergi besama ayahnya, tapi ternyata mereka menolak dan sedih kalau bundanya nggak ikut. Hiks.
Seharian rasanya gemas sendiri karena sudah sampai di tahap final, tetapi malah terkendala waktu yang bertabrakan. Yang awalnya mau menulis jadi nggak fokus mau ngapain...haha.
Bisa masuk final dalam Jakarta Writingthon Festival adalah impian saya, tetapi itu hanya menjadi rencana dan keinginan manusia saja. Sedangkan Allah berkehendak lain setelahnya. Namanya bukan rezeki, ya. Jadi, walaupun sudah di depan mata, saya tetap gugur dan tidak bisa bergabung. Sedih banget rasanya…hiks.
Sorenya sempat menghubungi mbak Damar dan ngobrol sebentar. Dan akhirnya sampai pada keputusan, oke, saya ikhlas dan melepaskan salah satu. Nggak mungkin badan saya dibelah jadi dua…hehe. Saya memutuskan melepaskan kelas menulis sebagai syarat wajib masuk final dalam Jakarta Writingthon Festival tersebut.
Manusia Hanya Bisa Berencana, Allah yang Menentukan
Kita bisa merencanakan apa pun semau kita. Tapi, kenyataannya semua tidak akan terjadi tanpa izin dari Allah. Bahkan daun kering yang lepas dari ranting sebuah pohon sekalipun tidak akan jatuh tanpa izin Allah.
Saya pun akhirnya menyadari itu. Tidak semua yang kita mau akan terwujud. Allah akan menentukan dan saya yakin itulah yang terbaik dan harus ikhlas saya terima. Saya berterima kasih dan bersyukur pada Allah karena sudah sampai pada titik sekarang. Setiap perjalanan selalu memberikan hikmah tersendiri. Ya, apa pun itu, Allah paling paham apa yang saya butuhkan.
Tak Perlu Berlarut-larut dalam Kesedihan
Iya, yang bukan rezeki tak perlu ditangisi. Meskipun kita kejar sampai ujung langit, tetap saja mustahil didapat. Sebab itulah, saya berusaha melupakan dan mengikhlaskan sesuatu yang bukan milik saya. Insya Allah akan ada kesempatan lain. Insya Allah akan diganti dengan kebahagiaan yang lain.
Masih banyak hal yang perlu disyukuri. Sebab nikmat tak sekadar apa yang hilang dari diri kita, tetapi juga banyak hal yang kita gunakan setiap hari, tapi tak pernah kita sadari manfaatnya. Contohnya? Bisa bernapas dengan lega tanpa selang oksigen. Coba saja satu menit saja kita sesak dan sulit bernapas, tersiksa banget, kan? Apakah ini terlalu hiperbola contohnya? Haha.
Coba Lagi dan Lagi
Yang terngiang sekarang adalah kalimat dari ustadz Arafat dan selalu saya tekankan di hati. Iya, Allah itu ingin melihat usaha kita, bukan hasil yang akan kita raih. Jadi, kenapa tidak mencoba lagi? Masih banyak kesempatan, kok.
Sekarang, kompetisi bertebaran di mana-mana. Ambil peluang dan coba lagi. Jangan berdiam diri kemudian mengharapkan emas jatuh dari langit. Hidup ini tentang seberapa besar perjuangan kita, bukan seberapa banyak hasil yang kita raih.
Jadi, apakah saya masih galau dan sedih? Alhamdulillah sudah nggak lagi. Saya yakin, itu bukan rezeki saya sehingga mustahil saya rengkuh untuk saat ini. Ditangisi pun percuma. Dikejar pun untuk apa? Saya tetap melangkah ke depan dan fokus dengan sesuatu yang ingin saya raih daripada harus menangisi yang sudah berlalu.
Yuk, tetap semangat! Sesi curhatan kali ini sudah ditutup dan berganti lembaran baru yang lebih baik lagi, Insya Allah J
Salam,
betul, apapun usaha dan rencana kita, ya kalau Tuhan berkehendak lain, Ya sudahlah,,,
ReplyDeleteSaya jadi tercerahkan. Hati jadi terasa adem. Wah kalau saya ikut lomba pastinya tidak boleh ya. Karena umur saya masih tergolong mudah. 20 tahun kebawah.
ReplyDeleteaaak.. sedih banget mbaa melewatkan kelas menulis..
ReplyDeletetapi anak2 juga gak kalah penting yaa..
Santai mba yang kayak gitu udah biasa nanti juga ada kabar baik lagi, tunggu aja!
ReplyDeletesuka banget sama tulisannya mba muyass, kembali mengingatkan kita bahwa rejeki sudah di atur sama Allah.
ReplyDelete