Kemarin, saya sempat mengadakan sharing di wag Estrilook Community tentang buku terbaru saya yang terbit di Quanta. Salah satu pertanyaan yang menarik adalah Bagaimana cara menerbitkan buku di penerbit mayor?
Dua tahun yang lalu, pertanyaan itu pun mampir di benak saya. Bagaimana cara mengirimkan naskah ke penerbit mayor? Apa saja yang harus dikirim? Apakah cukup naskah dan perkenalan atau ada hal lain yang perlu dikirimkan juga?
Kadang mencari di Google pun jawabannya nggak maksimal, sebab tidak banyak yang membahas soal ini. Pada dasarnya, sebelum kamu mengirimkan naskah ke penerbit mayor, kamu harus tahu dulu karakter penerbit tersebut. Jangan sampai kamu salah mengirimkan naskah pada penerbit. Satu contoh mudah misalnya, kamu mengirimkan naskah islami pada penerbit yang nggak pernah menerbitkan naskah islami. Bukan karena mereka anti Islam…haha, tapi memang kamu sendiri yang tidak mempelajarinya sehingga kamu pun siap bunuh diri di sana alias ditolak mentah-mentah.
Biasanya, ada penerbit yang memang khusus menerbitkan naskah islami, ada juga khusus menerbitkan naskah anak-anak, ada juga yang memilih fokus menerbitkan buku-buku seputar pendidikan saja. Nah, ini harus benar-benar kamu pelajari. Naskah ditolak kadang nggak berarti naskah kamu buruk, lho. Bisa jadi karena tidak sesuai saja dengan keinginan penerbit.
Penting sebelum memutuskan mengirimkan naskah ke penerbit mayor, kamu sudah membaca beberapa buku yang diterbitkan oleh mereka. Kamu bisa membeli atau melihat-lihat di toko buku. Supaya apa? Supaya naskah kamu tepat sasaran aja…hehe.
Setelah itu, kamu bisa mencari email penerbit dari teman-teman lain sesama penulis yang pernah menerbitkan naskahnya di sana, kamu juga bisa menghubungi penerbit langsung untuk menanyakan email. Banyak jalan menuju Roma. Katanya, Orang sukses mencari jalan, orang gagal mencari alasan!
Nah, kamu termasuk orang sukses, akan sukses, atau malah sebaliknya? Hmm, daripada kamu galau, mending perhatikan apa saja yang perlu dipersiapkan ketika hendak mengirimkan naskah ke penerbit mayor.
Siapkan outline lengkap
Sebelum mengirimkan naskah utuh, kamu juga perlu membuat outline. Apa sih outline itu dan isinya apa saja? Outline merupakan kerangka atau garis besar dari naskah yang kamu buat. Outline terdiri dari banyak hal, termasuk judul, alternatif judul.
Sebagian penerbit mayor juga mau menerima outline dan beberapa halaman (10-15 halaman) contoh naskah kamu, lho. Dengan cara ini, kamu nggak perlu mengerjakan naskah utuh sekaligus kemudian mengirimnya ke penerbit. Kamu cukup mengerjakan sebagian saja dan kirimkan kepada penerbit. Setelah mereka mempertimbangkannya, naskah kamu bisa diterima atau sebaliknya. Jika diterima, kamu harus segera menyelesaikannya. Lebih mudah ya?
Tapi, buat saya, untuk mengerjakan outline yang sudah lama ditulis butuh energi baru. Udah nggak fresh aja gitu. Apalagi kalau tiba-tiba ada beberapa outline yang diterima sekaligus, mabuk beneran…haha.
Kirimkan naskah utuh
Kebanyakan penerbit mau menerima dan mempertimbangkan naskah utuh karena naskah yang hanya berupa outline dan beberapa contoh nggak bisa dilihat secara menyeluruh, apakah layak atau tidak.
Kalau dipikir, memang benar adanya. Tapi, kadang kitanya malas mengerjakannya ya kalau belum pasti diterima…haha. Padahal ‘kan bisa jadi sarana belajar juga yang pastinya nggak akan sia-sia. Jadi, ada baiknya kamu mengirimkan naskah utuh atau yang sudah selesai dan dilengkapi juga dengan kata pengantar serta blurb ke penerbit. Itu bisa jadi nilai lebih. Kalau bisa, kamu juga dapat melengkapinya dengan endorsement dari penulis senior yang kamu kenal.
Lengkapi data diri dan portfolio
Jangan minder hanya karena kamu seorang pemula. Nggak perlu khawatir portfolio kamu belum seberapa. Kebanyakan penerbit akan mempertimbangkan naskah kamu, bukan tentang siapa dirimu. Jika naskah kamu memang layak, pastinya editor akan menerimanya, kok.
Karena alasan itulah, saya nggak pernah minder mengirimkan naskah kepada penerbit mayor. Ditolak berkali-kali sampai editor malas jawab juga pernah…kwkwk. Dikasih alasan bahkan diberi saran juga pernah. Nggak dibalas juga pernah. Apa pun itu, ya nggak perlu dijadikan alasan untuk menyerah. Jika ditolak, saya yakin memang naskah saya nggak layak. Sudah. Lupakan dan menulislah yang baru. Perbaiki yang perlu dan kirim kembali.
Selama kamu berusaha, pasti Allah kasih jalan, kok. Kenapa kamu mudah banget menyerah? Pikirkan segala kemungkinan bukan dengan bersandar pada logika dan akal kita, tetapi pada Allah yang punya semesta.
Perkenalkan diri dan tawarkan naskah kamu dengan sopan
Kamu bisa memperkenalkan diri (bisa ditulis di badan email) kepada penerbit secara singkat. Tunjukkan bawah kamu ingin mengirimkan naskah dan berharap bisa diterbitkan. Nggak usah lebay juga kata-katanya, santun dan efektif saja kalimatnya.
Tahap ini menjadi awal perkenalan kamu dengan editor. Kalau di sini sikap kamu sudah tidak menyenangkan, bisa jadi berikutnya editor malas membuka naskah kamu. Miris banget, kan?
Butuh waktu 1-3 bulan untuk mendapatkan jawaban
Ya, itulah beratnya menulis buku. Menulisnya saja sudah butuh waktu panjang, kemudian harus menunggu jawaban iya atau tidak saja hingga berbulan-bulan. Masya Allah. Memang rasanya berat dan panjang banget prosesnya. Tapi, jika kamu sudah berhasil melakukannya satu kali saja, berikutnya pasti akan ketagihan.
Selama menunggu, jangan cerewet dan banyak bertanya. Biarkan saja naskah kamu mencari jodohnya sendiri. Kadang editor akan meresponnya secara langsung. Kadang mereka diam sampai 3 bulan ke depan bahkan selamanya..haha. Jika sampai 3 bulan tidak ada jawaban, kamu bisa menanyakannya pada penerbit atau langsung menarik naskah kamu dengan mengirimkan surat penarikan lewat email baru kemudian bisa kamu kirimkan ke penerbit lain.
Selamat! Naskah kamu diterima!
Dari semua tahapan di atas, ada satu tahap yang harus benar-benar kamu nanti dan kamu usahakan. Ya, tahapan di mana naskah kamu diterima oleh penerbit. Ngapain juga setelah perjuangan panjang tiba-tiba kamu nggak mau mencoba lagi? Ditolak sekali mah biasa. Lihat saja, penulis setenar Tere Liye saja pernah ditolak. Malu juga ngapain, ketemu editornya saja tidak pernah…kwkwk. Ini yang dikatakan ibu pada saya kemarin, “Pantaslah kamu nggak malu kirim naskah, kamu ‘kan nggak pernah ketemu juga sama yang punya.”
Haha…iya, bener banget. Kalau jadi penulis, hati mah dikuatin biar nggak gampang luka (meski ini susaaah), telinga disumpel kapas biar nggak bisa mendengar orang meremehkan kamu, semangat kamu pun harus dipompa terus biar nggak pernah putus asa. Mau nggak mau, setiap yang mau berhasil harus melalui banyak cobaan dan ujian. Ini bukan lagi drama di sinetron azab atau hidayah, ya. Ini kenyataan yang harus kamu terima.
Ingat, keberhasilan itu ada di tangan kamu, bukan di tangan orang-orang yang meremehkan dan menertawakanmu. Semua orang bebas mangatakan apa pun tentang dirimu, kamu juga mustahil melarang mereka. Tapi, kamu bisa mengendalikan diri dan hati kamu supaya tidak mudah terluka atas apa yang telah mereka katakan. Orang lain memang pandai berkata, tapi belum tentu mereka bisa sebaik dirimu!
Salam,
Makasih mba infonya sangat bermanfaat buat newbie kayak saya��
ReplyDeleteMakasih mba, buat nanti kalau sudah mampu membuat naskah hehehe
ReplyDeleteTulisan ini menjadi penyemangat saya buat nyelesain naskah dan ide2 saya yang mengambang tak tentu arah
ReplyDeleteTerimakasih mba
Sama-sama... :)
ReplyDeleteHehe, oke sip mbak..
ReplyDeleteSama-sama, semoga segera terwujud menjadi buku ya..
ReplyDeleteTerima kasih, Mbak Muyas. Infonya sangat bermanfaat. Saya mau coba kirim naskah novel ke penerbit mayor.
ReplyDeleteSama-sama, Mbak. Semoga nanti bisa segera punya buku terbit mayor yaa.. :)
ReplyDeleteWaah... waktu itu aku mengira kalau ngirim naskah giti aja tanpa surat atau sapaan. Untung udh dikasih 😥
ReplyDelete