Kamu bisa bayangkan, bagaimana rasanya menikah dengan orang yang baru saja kamu temui. Ya, hanya bertatap muka beberapa detik, kemudian secara mengejutkan, orang nomor satu dalam hidupmu mengatakan bahwa dia adalah calon suamimu, bukan hanya putra tunggal sahabatnya.
Rasanya mau pingsan ketika mendengar kalimat itu muncul dari mulut ayah. Entah seperti apa wajahku ketika mendengarnya. Kedua mataku spontan terbelalak, menatap ayah dan dia secara bergantian. Aku bisa menangkap dia tersenyum, menertawakan aku atau entahlah. Saat itu aku tak bisa menerjemahkan apapun kecuali ledakan mendadak di rongga dada yang kemudian menimbulkan asap mengepul serta menyesakkan.
Usiaku masih dua puluh dua tahun ketika itu berlangsung. Aku memang memutuskan tidak melanjutkan kuliah setelah menyelesaikan sekolah. Kenapa? Karena aku merasa tidak menginginkannya. Banyak hal menjadi alasan termasuk usaha ayah yang sempat mengalami kebangkrutan. Aku harus memutuskan, mana yang jauh lebih penting.
Aku masih memiliki dua adik perempuan yang belum selesai sekolah. Mereka bahkan masih kelas 3 SMP dan kelas 1 SD. Saat itulah aku tak merasa harus berpikir lebih panjang lagi untuk memutuskan. Suatu saat, jika aku memiliki cukup uang, aku juga ingin seperti teman-teman yang lain, kuliah dan pergi ke kampus serta disebut mahasiswi. Terlalu mulukkah mimpiku?
Jika boleh lagi, aku ingin sekali menjadi dokter. Bukan karena dokter itu tampak keren, tetapi profesi dokter membuat jalan terbuka lebih luas untuk membantu yang lain. Bayangkan saja, aku masih saja mendengar berita bahwa di beberapa daerah terpencil, banyak orang yang kesulitan untuk berobat. Belum lagi mereka yang bahkan harus meninggal karena kesulitan biaya sehingga diusir dari rumah sakit. Miris sekali mendengarnya terlebih karena aku tahu bahwa menjadi orang biasa dan tak punya terkesan sangat sulit mendapatkan apapun, bahkan ketika itu menyangkut nyawa sekalipun.
Tetapi, sebelum impian itu sempat terwujud, dia datang dan meminangku. Tiba-tiba? Kamu coba tanya kenapa dia tiba-tiba datang dan melamarku? Tidak bisakah kita berkenalan dan biarkan aku memikirkannya beberapa hari saja. Atau jika terlalu lama, mungkin sehari, beberapa jam? Tapi, dia tidak begitu. Aku bahkan belum menarik napas, ayah sudah memutuskan.
Aku sebal dan kesal. Seharian mendiamkan ayah dan ibu. Tetapi, tak pernah ada yang berubah. Bahkan tanggal pernikahan kami semakin dekat saja. Dan hari istimewa itu pun datang menghampiri.
Usiaku masih dua puluh dua ketika dia bertandang dalam kehidupanku. Menjadi orang pertama yang membuat hatiku melompat tak karuan. Aku memperkenalkan diri, menyebutkan nama panggilan kesayangan ayah dan ibu.
“Sabiya,” ucapku dengan rasa gugup membuncah.
Dia tersenyum, “Atthar,” kemudian membenarkan posisi duduknya, lalu menatapku lagi, tetapi kali ini sambil menaikkan sebelah alisnya yang tebal.
“Bukankah kita sudah menikah? Kenapa harus canggung seperti ini?” dia berkata sambil tertawa hingga tampak deretan giginya yang putih.
Aku hanya tertawa kecil, tidak ada yang salah. Kami memang belum saling mengenal, bahkan ngobrol berdua saja belum pernah. Dengan balutan kebaya berwarna putih, aku mencuri pandang ke arahnya. Satu hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, jodohku ternyata adalah seorang dokter.
Ya, Atthar merupakan dokter muda yang sedang mengambil spesialis. Wajahnya putih bersih, senyumnya manis, dan tutur katanya lembut serta sopan. Jangan bilang aku sedang memujinya. Aku hanya bicara fakta, jatuh cinta tak semudah membalik telapak tangankan? Sepertinya aku belum jatuh hati. Ya, tentu saja kalian harus percaya.
“Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu? Ada yang aneh?” tanya Atthar tiba-tiba setelah menyesap air putih dari gelas air mineralnya.
Aku gelagapan menanggapinya. Malu rasanya tertangkap basah sedang memerhatikan wajahnya. Setelahnya, wajahku bisa jadi bersemu merah saking malunya. Tak berbeda dengan kepiting rebus. Astaga!
Tetapi orang-orang yang ribut di depan cukup mengejutkan kami. Atthar bangkit dengan wajah kaget. Sebelah tangannya menarik pergelangan tanganku. Teriakan di depan semakin keras terdengar. Suara perempuan menyebut nama Atthar, suamiku.
Aku tak bisa membayangkan kejadian apa yang sebenarnya terjadi. Ini hari pernikahan yang meskipun tak aku harapkan, rupanya menjadi hal manis yang tak terelakkan. Melihat Atthar yang bangkit sambil menarikku, hati tiba-tiba terenyuh.
Tetapi, lamunan sebentar itu buyar seketika. Seorang perempuan bertubuh tinggi dengan wajah tak kalah ayu bak foto model tiba-tiba saja meraih tangan Atthar secara paksa. Tanganku terhempas begitu saja. Dan aku? Jangan tanya, sangat kaget melihat kejadian itu di depan mata.
“Ada apa ini?” aku tak bisa menahan tanya.
Jangan-jangan dia mantan Atthar yang tak terima mantan kekasihnya menikah dengan perempuan lain. Aku menduga banyak hal, termasuk bagaimana cara perempuan itu menatap suamiku. Bukankah akhir-akhir ini muncul banyak cerita mengejutkan tentang kehadiran mantan di resepsi pernikahan mantan kekasihnya? Apakah aku salah satu orang yang akan mengalaminya?
Dan suara Atthar yang tegas memecah sunyi dalam lamunanku.
“Aku bahkan lupa siapa kamu.” Atthar menarik tangannya.
Perempuan itu, dengan wajah berurai air mata, menarik napas dalam-dalam kemudian menatapku sinis.
“Jika bukan karena perempuan ini, semua ini tidak akan terjadi!”
“Apa yang terjadi dulu bukan kesalahan Sabiya. Dia tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu kita. Jika saat ini kamu kembali, aku tak yakin kamu datang karena masih menungguku. Bukankah dulu kamu menolakku karena aku tak punya cukup uang untuk menjadi seperti yang kamu mau?”
Aku terbelalak, menyaksikan adegan sinetron di depan mata. Kerumunan orang membuat napasku semakin sesak. Demi melihat adegan selanjutnya, aku memutuskan bertahan di sana, tepat di sebelah Atthar.
“Aku minta maaf. Aku menyesal!” tangisnya.
Satu dua detik, Atthar menarik napas dan menyuruhnya pergi. Perempuan itu, pastilah menahan malu. Sebelum pergi, dia masih sempat mencibirku. Aku tak tahu apa yang dulu terjadi. Bisa jadi Atthar akan menceritakan secara detail atau bahkan bungkam. Yang jelas, hal semacam ini bukanlah mustahil terjadi.
“Aku minta maaf,” Atthar memohon padaku.
Aku hanya tersenyum kecil dan menggeleng. Kisah ini baru saja dimulai. Entah ada badai apa lagi yang bisa mengguncang hubungan kami. Yang jelas, dalam setiap pernikahan, kamu hanya butuh rasa percaya dan selalu bersyukur atas pasanganmu. Tidak ada yang benar-benar sempurna, termasuk lelaki yang meminangmu dengan tiba-tiba.
Bahagia kita yang ciptakan, jika saat itu aku mau berteriak, bisa jadi semua akan jauh lebih kacau, termasuk resepsi sederhana yang sedang digelar di rumahku saat itu. Tetapi, memikirkan baik-baik sebelum memutuskan membuat kejadian itu jauh lebih mudah diselesaikan. Aku harus memikirkan perasaan ibu dan ayah. Dan aku pun harus mulai memercayai suamiku, meskipun pernikahan kami baru saja terjadi, bahkan hanya lewat beberapa menit saja.
Atthar tersenyum, berterima kasih lewat tatapannya.
aku jadi malu sendiri pas bacanya. aku kira pas ngomong berdua dan tatap-tatapan trs mau kissu eh taunya ada mantanya si athar.. *kutu bgt dah kena jebakan hehehe.
ReplyDeletepenasaran mba..
Hehe..jauh banget :D
ReplyDeleteahh... saya jadi kebawa emosi bacanya..
ReplyDeletePenasaran sama kisah selanjutnya, si cewe apakah akan balik lagi setelah di usir si Athar?
apakah ada dendam selanjutnya?
kepo ya. he..he..
Hehe, kisahnya diselesaikan di benak pembaca masing-masing saja ya..:D
ReplyDelete