(Bagas)
aku pilih mencintai
dan mengizinkan dirimu belajar menyukai apa yang telah aku sukai
dari setiap detail pertemuan kita
Sungguh di luar dugaan. Dia menolak kedatangan saya dan sebuah cincin emas putih yang di atasnya terdapat sebuah permata berkilau. Hampir tak bisa dipercaya, seorang dokter ditolak ketika ingin mempersunting seorang gadis. Padahal, kebanyakan orang justru berlomba ingin menikah dengan seorang dokter. Sayangnya itu tidak terjadi pada Raina.
Saya harus pulang dengan besar hati. Tidak mudah keluar dari rumah Raina. Dia seolah mimpi yang telah bermalam-malam ingin saya singgahi. Sayang sekali, mungkin kali ini kita belum akan menikah. Tapi, keyakinan tak pernah enyah dari pikiran. Saya percaya, suatu saat Raina akan menerima pinangan saya. Hanya butuh waktu untuk meyakinkan dia. Ini hanya soal waktu. Selalu itu yang saya bisikkan. Membesarkan hati dan menolak patah hati.
Dia meminta maaf dengan suaranya yang lembut. Katanya belum bisa menerima apalagi dalam waktu singkat, perkenalan yang hanya sekadar saling sapa, bahkan dia tidak memberikan alasan lebih kenapa akhirnya menolak pinangan lelaki seperti saya.
“Maafkan karena Raina belum bisa menerima lamaran ini, Mas.” Katanya dengan tenang.
Mungkin saya harus lebih banyak lagi memperbaiki diri. Katanya, orang baik akan berdampingan dengan yang baik pula. Meski tak mustahil juga seorang yang baik akan mendapatkan ujiannya ketika berdampingan dengan orang yang tak baik. Itulah hidup.
Dan penolakan kemarin sore benar-benar membuat saya ingin menghilang sebentar dari peredaran bumi. Malu sekaligus gelisah, sampai kapan saya harus bertahan dan apa mungkin saya mampu melupakan Raina dalam hitungan hari?
Rasanya sangat mustahil.
***
Akhir-akhir ini saya memang selalu berharap bisa lebih banyak mengenal Raina, saling mengirimkan pesan singkat dan mungkin sesekali bicara tentang apa yang dia suka dan saya suka.
Sayangnya, hingga pertemuan terakhir dengannya di suatu sore di mana hati saya tiba-tiba saja ngilu, Raina belum juga menunjukkan persetujuannya untuk itu. Baiklah, mungkin bukan dengan cara seperti itu saya harus mengenal Raina. Tapi, adakah yang jauh lebih baik selain bicara langsung ketimbang hanya mengira dan menafsirkan seseorang dengan pemahaman yang salah?
Saya khawatir Raina akan semakin enggan jika setiap hari hanya melihat saya lari pagi setelah dari masjid, lalu kemudian bergegas menyalakan motor Yamaha R15 berwarna merah dan menghilang selama seharian. Tidakkah kita bisa lebih banyak mengenal seperti yang sempat Raina ucapkan. Dan yang sangat membingungkan, perkenalan seperti apa yang Raina harapkan? Jika tidak berkenalan dan saling bicara, lalu dengan cara seperti apa kami bisa saling tahu?
Astagfirullah, saya harus banyak-banyak istigfar. Bukan itu cara yang diajarkan dalam islam. Berkhalwat itu sangat dilarang. Tapi, mustahil kami berduaan, jalan ke bisokop atau dinner di salah satu restoran di Jakata. Dan seingat saya, khalwat bukan hanya bertemu dan bertatap muka berdua saja dengan lawan jenis, tapi juga khalwat di sosial media. Zaman sekarang, gadget menjadi alat yang bisa mendekatkan yang jauh, dan tentu saja menjauhkan yang dekat. Begitu juga dengan berduaan, hukum haram tidak hanya jatuh saat berduaan secara fisik, tapi juga berduaan di sosial media.
Dan gadis itu seperti sangat mengerti apa yang terbaik untuk kami berdua.
***
Patah hatiku jadinya....#nyanyi
ReplyDeleteJiah, jadi penasaran saya..Rainaaaa, kenapa kau tolak dia??
Kalau diterima langsung mantenan dong mbak hehe, kelar deh ceritanya..hihi
ReplyDeleteAku baru bacaaa... Nggak sabar nunggu lanjutannya
ReplyDeleteAyuu lanjut mbak ^^
ReplyDelete